Kamis, 05 November 2015

METODE CERITA DAN CERAMAH DALAM AL-QUR’AN



METODE CERITA DAN CERAMAH
DALAM AL-QUR’AN
Makalah ini Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Tafsir Tarbawi
Dosen Pengampu Mufatihatut Taubah, S.Ag., M.Pd.I


logo_STAIN_bening.jpg


Kelompok 7 Kelas B1-PAI
1.    Utari Larasati                           (1410110052)
2.    M. Miftahurrahman                (1410110056)
3.    Sya’idatur Rohmah                 (1410110076)
 

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KUDUS
JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
TAHUN 2015
BAB I
PENDAHULUAN

1.    Latar Belakang
Metode merupakan cara yang dapat digunakan oleh guru dalam menyampaikan materi pembelajaran kepada peserta didik. Dalam bahasa Arab metode itu disebut dengan al-thariqah. Kata ini selain diartikan kepada metode, ia juga diartikan kepada jalan. Dengan demikian, metode dapat pula diartikan kepada suatu jalan yang dapat ditempuh dalam menyampaikan materi pelajaran.
Sebenarnya tujuan cerita dalam Al Qur’an, bukanlah semata-mata menyajikan peristiwa sejarah belaka, tetapi tujuan utamanya ialah agar peristiwa tersebut dijadikan pelajaran.
Al-Qur’an banyak berbincang mengenai metode pembelajaran. Di antara metode pembelajaran yang terdapat dalam Al-Qur’an salah satunya yang akan kami bahas dalam makalah ini adalah, Metode Cerita dan Ceramah dalam Al-Qur’an.

2.    Rumusan Masalah
a.    Bagaimana bunyi QS Al-Kahfi ayat 83-99 tentang metode cerita dalam Al-Qur’an ?
b.    Bagaimana munasabah mengenai ayat tersebut ?
c.    Bagaimana bunyi QS An-Nahl ayat 125 tentang metode ceramah dalam Al-Qur’an ?
d.   Bagaimana asbabun nuzul dan munasabah mengenai ayat tersebut ?
e.    Bagaimana pendapat para mufasir ?
f.     Bagaimana analisa mengenai metode cerita dan ceramah dalam Alqur’an ?




BAB II
PEMBAHASAN

A.  Metode Cerita
1.    QS. Al-Kahfi ayat 83-99
وَيَسْأَلُونَكَ عَنْ ذِي ِالْقَرْنَيْنِ قُلْ سَأَتْلُو عَلَيْكُمْ مِنْهُ ذِكْرًا (٨٣)
 إِنَّا مَكَّنَّا لَهُ فِي الْأَرْضِ وَاٰتَيْنَاهُ مِنْ كُلِّ شَيْئٍ سَبَبًا (٨٤) فَأَتْبَعَ سَبَبًا (٨٥)
حَتَّي إِذَا بَلَغَ مَغْرِبَ الشَّمْسِ وَجَدَهَا تَغْرُبُ فِي عَيْنٍ حَمِئَةٍ وَوَجَدَ عِنْدَهَا قَوْمًا قُلنَا يَا ذَا الْقَرْنَيْنِ إِمَّا أَنْ تُعَذِّبَ وَإِمَّا أَنْ تَتَّخِذَ فِيهِمْ حُسْنًا (٨٦)
 قَالَ أَمَّا مَنْ ظَلَمَ فَسَوْفَ نُعَذِّبُهُ ثُمَّ يُرَدُّ إِلَى رَبِّهِ فَيُعَذِّبُهُ عَذَابًا نُكْرًا (٨٧)
وَأَمَّا مَنْ اٰمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا فَلَهُ جَزَاءً الحُسْنَى وَسَنَقُولُ لَهُ مِنْ أَمْرِنَا يُسْرًا (٨٨)
ثُمَّ أَتْبَعَ سَبَبًا (٨٩) حَتَّى إِذَا بَلَغَ مَطْلِعَ الشَّمْسِ وَجَدَهَا تَطْلُعُ عَلىَ قَوْمٍ لَمْ نَجْعَلْ لَهُمْ مِنْ دُونِهَا سِتْرًا (٩٠) كَذَلِكَ وَ قَدْ أَحَطْنَا بِمَا لَدَيْهِ خُبْرًا (٩١) ثُمَّ أَتْبَعَ سَبَبًا (٩٢)
 حَتَّى إِذَا بَلَغَ بَيْنَ السَّدَّيْنِ وَجَدَ مِنْ دُونِهِمَا قَوْمًا لَا يَكَادُوْنَ يَفْقَهُوْنَ قَوْلًا (٩٣)
قَالُوا يَا ذَا الْقَرْنَيْنِ إِنَّ يَأْجُوْجَ وَمَأْجُوْجَ مُفْسِدُوْنَ فِي الْأَرْضِ فَهَلْ نَجْعَلُ لَكَ خَرْجًا عَلَى أَنْ تَجْعَلَ بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ سَدًّا (٩٤) قَالَ مَا مَكَّنِّي فِيهِ رَبِّي خَيْرٌ فَأَعِينُونِي بِقُوَّةٍ أَجْعَلْ بَيِنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ رَدْمًا (٩٥) اٰتُوْنِيْ زُبَرَ الْحَدِيْد حَتَّى إِذَا سَاوَى بَيْنَ الصَّدَفَيْنِ قَالَ انْفُخُوْا حَتَّى إِذَا جَعَلَهُ نَارًا قَالَ اٰتُوْنِيْ أُفْرِغْ عَلَيِهِ قِطْرًا (٩٦) فَمَا اسْطَاعُوا أَنْ يَظْهَرُوْهُ وَمَا اسْتَطَاعُوا لَهُ نَقْبًا (٩٧) قَالَ هَذَا رَحْمَةٌ مِنْ رَبِّي فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ رَبِّي جَعَلَهُ دَكَّاءَ وَكَانَ وَعَدُ رَبِّي حَقًّا (٩٨) وَتَرَكْنَا بَعَضَهُمْ يَوْمَئِذٍ يَمُوجُ فِي بَعْضٍ وَنُفِخَ فِي الصُّوْرِ فَجَمَعْنَاهُمْ جَمْعًا (٩٩ 

Artinya : Mereka akan bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Zulkarnain. Katakanlah: "Aku akan bacakan kepadamu cerita tentangnya" (83). Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepadanya di (muka) bumi, dan Kami telah memberikan kepadanya jalan (untuk mencapai) segala sesuatu (84). maka dia pun menempuh suatu jalan (85). Hingga apabila dia telah sampai ke tempat terbenam matahari, dia melihat matahari terbenam di dalam laut yang berlumpur hitam, dan dia mendapati di situ segolongan umat. Kami berkata: "Hai Zulkarnain, kamu boleh menyiksa atau boleh berbuat kebaikan terhadap mereka" (86). Berkata Zulkarnain: "Adapun orang yang aniaya, maka kami kelak akan mengazabnya, kemudian dia dikembalikan kepada Tuhannya, lalu Tuhan mengazabnya dengan azab yang tidak ada taranya (87). Adapun orang-orang yang beriman dan beramal saleh, maka baginya pahala yang terbaik sebagai balasan, dan akan kami titahkan kepadanya (perintah) yang mudah dari perintah-perintah kami" (88). Kemudian dia menempuh jalan (yang lain) (89). Hingga apabila dia telah sampai ke tempat terbit matahari (sebelah Timur) dia mendapati matahari itu menyinari segolongan umat yang Kami tidak menjadikan bagi mereka sesuatu yang melindunginya dari (cahaya) matahari itu (90). demikianlah. Dan sesungguhnya ilmu Kami meliputi segala apa yang ada padanya (91). Kemudian dia menempuh suatu jalan (yang lain lagi) (92). Hingga apabila dia telah sampai di antara dua buah gunung, dia mendapati di hadapan kedua bukit itu suatu kaum yang hampir tidak mengerti pembicaraan (93). Mereka berkata: "Hai Zulkarnain, sesungguhnya Ya'juj dan Makjuj itu orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi, maka dapatkah kami memberikan sesuatu pembayaran kepadamu, supaya kamu membuat dinding antara kami dan mereka?" (94). Zulkarnain berkata: "Apa yang telah dikuasakan oleh Tuhanku kepadaku terhadapnya adalah lebih baik, maka tolonglah aku dengan kekuatan (manusia dan alat-alat), agar aku membuatkan dinding antara kamu dan mereka (95). berilah aku potongan-potongan besi" Hingga apabila besi itu telah sama rata dengan kedua (puncak) gunung itu, berkatalah Zulkarnain: Tiuplah (api itu)". Hingga apabila besi itu sudah menjadi (merah seperti) api, dia pun berkata: "Berilah aku tembaga (yang mendidih) agar kutuangkan ke atas besi panas itu” (96). Maka mereka tidak bisa mendakinya dan mereka tidak bisa (pula) melobanginya (97). Zulkarnain berkata: "Ini (dinding) adalah rahmat dari Tuhanku, maka apabila sudah datang janji Tuhanku Dia akan menjadikannya hancur luluh; dan janji Tuhanku itu adalah benar" (98). Kami biarkan mereka di hari itu bercampur aduk antara satu dengan yang lain, kemudian ditiup lagi sangkakala, lalu Kami kumpulkan mereka itu semuanya (99).

2.    Munasabah
Pelajaran yang dapat dipetik dari kisah Zulkarnain, antara lain: dia adalah seorang raja saleh, yang diberi kekuasaan oleh Allah di muka bumi serta diberi-Nya jalan untuk mencapai segala sesuatu. Namun, ia tidak berbuat sombong dan melampaui batas. ia dapat menjelajah dunia hingga ke wilayah barat dan timur. Meskipun melakukan berbagai penaklukan, orang-orang tunduk patuh kepadanya, demikian pula negara-negara dan para hamba, ia tidak pernah menyimpah dari keadilan, bahkan sebaliknya menegakkan hukum-hukum Allah, seperti disebutkan dalam Al Qur’an: “Berkata Dzulkarnain: “Adapun orang yang aniaya, maka kami kelak akan mengazabnya, kemudian dia kembalikan kepada Tuhannya, lalu Tuhan mengazabnya dengan azab yang tidak ada taranya.adapun orang-orang yang beriman dan beramal saleh, maka baginya pahala yang terbaik sebagai balasan.

B.  Metode Ceramah
1.    QS An-Nahl Ayat 125
 ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
Artinya : Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.


2.    Asbabun Nuzul
Para mufasir berbeda pendapat seputar Asbabun Nuzul ayat ini. Al-Wahidi menerangkan bahwa ayat ini turun setelah Rasulullah SAW menyaksikan jenazah 70 sahabat yang syahid dalam Perang Uhud, termasuk Hamzah, paman Rasulullah. Al-Qurthubi menyatakan bahwa ayat ini turun di Makkah ketika adanya perintah kepada Rasulullah SAW, untuk melakukan gencatan senjata (muhadanah) dengan pihak Quraisy. Akan tetapi, Ibn Katsir tidak menjelaskan adanya riwayat yang menjadi sebab turunnya  ayat tersebut.
Meskipun demikian, ayat ini tetap berlaku umum untuk sasaran dakwah siapa saja, Muslim ataupun kafir, dan tidak hanya berlaku khusus sesuai dengan sabab an-nuzul-nya (andai kata ada sabab an-nuzul-nya). Sebab, ungkapan yang ada memberikan pengertian umum. Ini berdasarkan kaidah ushul :
أَنَّ الْعِبْرَةَ لِعُمُومِ اللَّفْظِ لَا بِخُصُوصِ السَّبَب

Artinya: “Yang menjadi patokan adalah keumuman ungkapan, bukan kekhususan sebab.
Dari segi siapa yang berdakwah, ayat ini juga berlaku umum. Meski ayat ini adalah perintah Allah kepada Rasulullah, perintah ini juga berlaku untuk umat Islam.

C.  Pendapat Para Mufasir
Sejarawan Muslim yang juga ahli tafsir, Ibnu Katsir, dalam kitabnya Al-Bidayah Wan Nihayah menjelaskan Zulkarnain adalah seorang penglima penakluk sekaligus Raja saleh. Karena kesalehannya ia selalu mengajak manusia untuk menyembah Allah.  
Mufassir Muslim Ibnu Jarir Ath-Thabari juga mengisahkannya dalam kitab tafsir Ath-Thabari. Dikatakan, Iskandar Zulkarnain adalah seorang laki-laki yang berasal dari Romawi, ia anak tunggal seorang yang paling miskin diantara penduduk kota. Namun dalam pergaulan sehari-hari, ia hidup dalam lingkungan kerajaan, bergaul dengan para perwira dan berkawan dengan wanita-wanita yang baik dan berbudi serta berakhlak mulia.
Imam Al-Qurtubi dalam kitab tafsir Al-Qur’annya yang populer, Tafsir Al-Qurtubi, menceritakan, sejak masih kecil dan masa pertumbuhannya Iskandar berakhlak mulia. Melakukan hal-hal yang baik sehingga terangkat nama baiknya. Ia juga menjadi mulia di kalangan kaumnya, sehingga Allah berkenan memberinya kewibawaan.

D.  Analisa
a.    Metode Cerita
Metode cerita banyak terdapat di dalam Alqur’an, yang tujuan pokoknya adalah untuk menunjukkan fakta kebenaran. Kebanyakan dalam setiap surah Alqur’an terdapat cerita tentang kaum terdahulu baik dalam makna sejarah yang positif ataupun negatif. Salah satu surah yang mengandung cerita dalam Alqur’an yang kami jadikan sebagai materi dalam kelompok kami yaitu QS Al-Kahfi ayat 83-88. Ayat tersebut menceritakan tentang kisah Zulkarnain.
Suatu cerita dalam Alqur’an menunjukkan bahwa cerita tersebut amat besar artinya bagi manusia untuk dijadikan ingatan dan peringatan serta bahan pelajaran yang diambil hikmahnya bagi kehidupan generasi berikutnya. Seluruh cerita dalam Alqur’an adalah mengandung iktibar yang bersifat mendidik manusia. [1]
Cerita tentang kejadian, terutama peristiwa sejarah, merupakan metode yang banyak ditemukan dalam Alqur’an. Banyak bagian-bagian Alqur’an yang berisi kisah kesejarahan atau peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi, atau setidak-tidaknya merupakan bagian yang bisa dianggap cerita.[2]
Dalam surat Yusuf (12) : 111 dikatakan, bahwa cerita itu mengandung pelajaran yang bermakna bagi manusia, berdasarkan pemahamannya akan cerita yang terjadi di dalamnya. Ternyata bukan semata-mata cerita kosong, namun harus mendapat perhatian pemikiran atau kebahagiaan yang terletak di hati manusia berkenaan dengan cerita yang ada di dalam Alqur’an.
Dalam cerita-cerita tersebut Allah SWT juga memberikan reward kepada hamba-hambaNYA yang patuh dan taat. Dan juga punishment kepada hamba-hambaNYA yang ingkar. Dengan demikian para pembaca dapat mengambil pelajaran atau ibrah disetiap cerita-cerita yang ada didalam Al-Qur’an.
Relevansi metode cerita di lingkungan sekolah seolah-olah seperti benar-benar terjadi dengan sesungguhnya. Cerita-cerita yang dimaksudkan merupakan metode yang sangat bermanfaat untuk menyampaikan informasi dan pelajaran. Maka kewajiban pendidik muslim adalah berkehendak merealisasikan peranannya untuk membentuk sikap-sikap yang merupakan bagian integral dari tujuan pendidikan islam. [3]Bottom of Form

b.   Metode Ceramah
QS An-Nahl ayat 125 dipahami oleh sementara ulama sebagai menjelaskan tiga macam metode dakwah. Namun, dalam makalah ini yang akan di bahas adalah salah satu dari ketiga metode tersebut yaitu mauizhah hasanah. Terhadap kaum awam, diperintahkan untuk menerapkan mauizhah yakni memberikan nasihat dan perumpamaan yang menyentuh jiwa sesuai dengan taraf pengetahuan mereka yang sederhana.
Pengajaran yang baik adalah salah satu cara berdakwah yang hendaknya ditempuh untuk menghadapi manusia yang beraneka ragam peringkat dan kecenderungannya.
Kata mauizhah terambil dari kata wa’azha yang berarti nasihat. Mauizhah adalah uraian yang menyentuh hati yang mengantar kepada kebaikan. Mauizhah hendaknya disampaikan dengan hasanah/baik. Mauizhah baru dapat mengena hati sasaran bila ucapan yang disampaikan itu disertai dengan pengamalan dan keteladanan dari yang menyampaikannya.[4]
Metode ceramah adalah teknik penyampaian pesan pengajaran yang sudah lazim dipakai oleh para guru di sekolah.  Ceramah diartikan sebagai suatu cara penyampaian bahan secara lisan oleh guru di muka kelas. Peran murid di sini sebagai penerima pesan, mendengarkan, memperhatikan, dan mencatat keterangan-keterangan guru bilamana diperlukan.
Metode ceramah layak dipakai oleh guru dalam penyampaian pesan di muka kelas bila :
1)   Pesan yang akan disampaikan berupa fakta atau informasi
2)   Jumlah siswanya terlalu banyak
3)   Guru adalah seorang pembicara yang baik, berwibawa, dan dapat merangsang siswa

Keunggulan metode ceramah ini adalah :
1)   Penggunaan waktu yang efisien dan pesan yang disampaikan dapat sebanyak-banyaknya
2)   Pengorganisasian kelas lebih sederhana, dan tidak diperlakukan pengelompokan siswa secara khusus
3)   Dapat memberikan motivasi dan dorongan terhadap siswa dalam belajar
4)   Fleksibel dalam penggunaan waktu dan bahan, jika bahan banyak sedangkan waktu terbatas dapat dibicarakan pokok-pokok permasalahannya saja, sedangkan bila materi sedikit sedangkan waktu masih panjang, dapat dijelaskan lebih mendetail

Kelemahan metode ceramah ini adalah :
1)   Guru seringkali mengalami kesulitan dalam mengukur pemahaman siswa sampai sejauhmana pemahaman mereka tentang materi yang diceramahkan
2)   Siswa cenderung bersifat pasif dan sering keliru dalam menyimpulkan penjelasan guru
3)   Bilamana guru menyampaikan bahan sebanyak-banyaknya dalam tempo yang terbatas, menimbulkan kesan pemaksaan terhadap kemampuan siswa
4)   Cenderung membosankan dan perhatian siswa berkurang, karena guru kurang memperhatikan faktor-faktor psikologis siswa, sehingga bahan yang dijelaskan menjadi kabur

Untuk penggunaan metode ceramah secara baik perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1)   Dalam menerangkan pelajaran hendaknya digunakan kata-kata yang sederhana, jelas, dan mudah dipahami oleh para siswa
2)   Gunakan alat visualisasi, seperti penggunaan papan tulis atau media lainnya yang tersedia untuk menjelaskan pokok bahasan yang disampaikan
3)   Mengulang kata atau istilah-istilah yang digunakan secara jelas, dapat membantu siswa yang kurang atau lambat kemampuan dan daya tangkapnya
4)   Perinci bahan yang disampaikan, dengan memberikan ilustrasi, menghubungkan materi dengan contoh-contoh yang konkrit
5)   Carilah umpan balik sebanyak mungkin sewaktu ceramah berlangsung
6)   Adakan rekapitulasi dan ulang kembali rumusan-rumusan yang dianggap penting. Yang dimaksud rekapitulasi disini adalah menginagt kembali dengan contoh-contoh, keterangan-keterangan, fakta-fakta, dan sebagainya.


BAB III
PENUTUP

1.    Kesimpulan
Kisah Dzulqarnain, yaitu ia melewati dunia timur dan barat, berhadapan dengan berbagai kaum yang memiliki tradisi dan kebiasaan yang berbeda-beda dan pada akhirnya dengan bantuan sekelompok orang bangkit melawan konspirasi Ya’juj dan Ma’juj dan membuat benteng besi menghadang laju pasukan Ya’juj dan Ma’juj.
Suatu cerita dalam Alqur’an menunjukkan bahwa cerita tersebut amat besar artinya bagi manusia untuk dijadikan ingatan dan peringatan serta bahan pelajaran yang diambil hikmahnya bagi kehidupan generasi berikutnya. Seluruh cerita dalam Alqur’an adalah mengandung iktibar yang bersifat mendidik manusia.
Metode ceramah adalah teknik penyampaian pesan pengajaran yang sudah lazim dipakai oleh para guru di sekolah.  Ceramah diartikan sebagai suatu cara penyampaian bahan secara lisan oleh guru di muka kelas. Peran murid di sini sebagai penerima pesan, mendengarkan, memperhatikan, dan mencatat keterangan-keterangan guru bilamana diperlukan.












DAFTAR PUSTAKA

Yusuf, Kadar Muhammad, Tafsir Tarbawi, (Pekanbaru : Zanafa Publishing, 2011), cet 2.
Usman, Basyirudin, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta : Ciputat pres, 2002), cet 1.
Shihab,  M. Quraish, Tafsir Al-Misbah, (Jakarta : Lentera Hati, 2002)
Arifin, Muhammad, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 2003), cet 1.
Zainuddin, M. Arifin, Teori-teori Pendidikan Berdasarkan Al-Qur’an, (Jakarta : Rineka Cipta, 1994), cet 2.


[1] H. M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, PT Bumi Aksara, Jakarta, 2003, hlm 155-156
[2] Zainuddi, H. M. Arifin, Teori-Teori Pendidikan Berdasarkan Alqur’an, PT Rineka Cipta, Jakarta, 1994, hlm 205
[3] Ibid. Hal 208-209
[4] Shihab, M. Quraish, Tafsir Al-Misbah (QS. An-Nahl ayat 125), Lentera Hati, Jakarta, 2002, hlm 386-387

Tidak ada komentar:

Posting Komentar