METODE
CERITA DAN CERAMAH
DALAM
AL-QUR’AN
Makalah ini Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Tafsir Tarbawi
Dosen Pengampu Mufatihatut Taubah, S.Ag.,
M.Pd.I

Kelompok 7 Kelas
B1-PAI
1. Utari Larasati (1410110052)
2. M. Miftahurrahman (1410110056)
3. Sya’idatur Rohmah (1410110076)

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KUDUS
JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
TAHUN 2015
BAB
I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Metode merupakan cara yang dapat digunakan oleh guru
dalam menyampaikan materi pembelajaran kepada peserta didik. Dalam bahasa Arab
metode itu disebut dengan al-thariqah. Kata
ini selain diartikan kepada metode, ia juga diartikan kepada jalan. Dengan
demikian, metode dapat pula diartikan kepada suatu jalan yang dapat ditempuh
dalam menyampaikan materi pelajaran.
Sebenarnya tujuan
cerita dalam Al Qur’an, bukanlah semata-mata menyajikan peristiwa sejarah
belaka, tetapi tujuan utamanya ialah agar peristiwa tersebut dijadikan
pelajaran.
Al-Qur’an banyak berbincang mengenai metode
pembelajaran. Di antara metode pembelajaran yang terdapat dalam Al-Qur’an salah
satunya yang akan kami bahas dalam makalah ini adalah, Metode Cerita dan
Ceramah dalam Al-Qur’an.
2.
Rumusan Masalah
a. Bagaimana bunyi QS Al-Kahfi ayat 83-99
tentang metode cerita dalam Al-Qur’an ?
b. Bagaimana munasabah mengenai ayat
tersebut ?
c. Bagaimana bunyi QS An-Nahl ayat 125
tentang metode ceramah dalam Al-Qur’an ?
d. Bagaimana asbabun nuzul dan munasabah mengenai
ayat tersebut ?
e. Bagaimana pendapat para mufasir ?
f. Bagaimana analisa mengenai metode cerita
dan ceramah dalam Alqur’an ?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Metode Cerita
1.
QS. Al-Kahfi ayat 83-99
وَيَسْأَلُونَكَ
عَنْ ذِي ِالْقَرْنَيْنِ قُلْ سَأَتْلُو عَلَيْكُمْ مِنْهُ ذِكْرًا (٨٣)
إِنَّا مَكَّنَّا لَهُ فِي
الْأَرْضِ وَاٰتَيْنَاهُ مِنْ كُلِّ شَيْئٍ سَبَبًا (٨٤) فَأَتْبَعَ سَبَبًا (٨٥)
حَتَّي
إِذَا بَلَغَ مَغْرِبَ الشَّمْسِ وَجَدَهَا تَغْرُبُ فِي عَيْنٍ حَمِئَةٍ وَوَجَدَ
عِنْدَهَا قَوْمًا قُلنَا يَا ذَا الْقَرْنَيْنِ إِمَّا أَنْ تُعَذِّبَ وَإِمَّا
أَنْ تَتَّخِذَ فِيهِمْ حُسْنًا (٨٦)
قَالَ أَمَّا مَنْ ظَلَمَ
فَسَوْفَ نُعَذِّبُهُ ثُمَّ يُرَدُّ إِلَى رَبِّهِ فَيُعَذِّبُهُ عَذَابًا نُكْرًا
(٨٧)
وَأَمَّا
مَنْ اٰمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا فَلَهُ جَزَاءً الحُسْنَى وَسَنَقُولُ لَهُ مِنْ
أَمْرِنَا يُسْرًا (٨٨)
ثُمَّ
أَتْبَعَ سَبَبًا (٨٩) حَتَّى إِذَا بَلَغَ مَطْلِعَ الشَّمْسِ وَجَدَهَا تَطْلُعُ
عَلىَ قَوْمٍ لَمْ نَجْعَلْ لَهُمْ مِنْ دُونِهَا سِتْرًا (٩٠) كَذَلِكَ وَ قَدْ
أَحَطْنَا بِمَا لَدَيْهِ خُبْرًا (٩١) ثُمَّ أَتْبَعَ سَبَبًا (٩٢)
حَتَّى إِذَا بَلَغَ
بَيْنَ السَّدَّيْنِ وَجَدَ مِنْ دُونِهِمَا قَوْمًا لَا يَكَادُوْنَ يَفْقَهُوْنَ
قَوْلًا (٩٣)
قَالُوا
يَا ذَا الْقَرْنَيْنِ إِنَّ يَأْجُوْجَ وَمَأْجُوْجَ مُفْسِدُوْنَ فِي الْأَرْضِ
فَهَلْ نَجْعَلُ لَكَ خَرْجًا عَلَى أَنْ تَجْعَلَ بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ سَدًّا
(٩٤) قَالَ مَا مَكَّنِّي فِيهِ رَبِّي خَيْرٌ فَأَعِينُونِي بِقُوَّةٍ أَجْعَلْ
بَيِنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ رَدْمًا (٩٥) اٰتُوْنِيْ زُبَرَ الْحَدِيْد حَتَّى إِذَا
سَاوَى بَيْنَ الصَّدَفَيْنِ قَالَ انْفُخُوْا حَتَّى إِذَا جَعَلَهُ نَارًا قَالَ
اٰتُوْنِيْ أُفْرِغْ عَلَيِهِ قِطْرًا (٩٦) فَمَا اسْطَاعُوا أَنْ يَظْهَرُوْهُ
وَمَا اسْتَطَاعُوا لَهُ نَقْبًا (٩٧) قَالَ هَذَا رَحْمَةٌ مِنْ رَبِّي فَإِذَا
جَاءَ وَعْدُ رَبِّي جَعَلَهُ دَكَّاءَ وَكَانَ وَعَدُ رَبِّي حَقًّا (٩٨) وَتَرَكْنَا
بَعَضَهُمْ يَوْمَئِذٍ يَمُوجُ فِي بَعْضٍ وَنُفِخَ فِي الصُّوْرِ فَجَمَعْنَاهُمْ
جَمْعًا (٩٩
Artinya : Mereka akan bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Zulkarnain.
Katakanlah: "Aku akan bacakan kepadamu cerita tentangnya" (83).
Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepadanya di (muka) bumi, dan Kami
telah memberikan kepadanya jalan (untuk mencapai) segala sesuatu (84). maka dia
pun menempuh suatu jalan (85). Hingga apabila dia telah sampai ke tempat
terbenam matahari, dia melihat matahari terbenam di dalam laut yang berlumpur
hitam, dan dia mendapati di situ segolongan umat. Kami berkata: "Hai
Zulkarnain, kamu boleh menyiksa atau boleh berbuat kebaikan terhadap
mereka" (86). Berkata Zulkarnain: "Adapun orang yang aniaya, maka
kami kelak akan mengazabnya, kemudian dia dikembalikan kepada Tuhannya, lalu
Tuhan mengazabnya dengan azab yang tidak ada taranya (87). Adapun orang-orang
yang beriman dan beramal saleh, maka baginya pahala yang terbaik sebagai
balasan, dan akan kami titahkan kepadanya (perintah) yang mudah dari
perintah-perintah kami" (88). Kemudian dia menempuh jalan (yang lain) (89). Hingga
apabila dia telah sampai ke tempat terbit matahari (sebelah Timur) dia
mendapati matahari itu menyinari segolongan umat yang Kami tidak menjadikan
bagi mereka sesuatu yang melindunginya dari (cahaya) matahari itu (90).
demikianlah. Dan sesungguhnya ilmu Kami meliputi segala apa yang ada padanya
(91). Kemudian dia menempuh suatu jalan (yang lain lagi) (92). Hingga apabila
dia telah sampai di antara dua buah gunung, dia mendapati di hadapan kedua
bukit itu suatu kaum yang hampir tidak mengerti pembicaraan (93). Mereka
berkata: "Hai Zulkarnain, sesungguhnya Ya'juj dan Makjuj itu orang-orang
yang membuat kerusakan di muka bumi, maka dapatkah kami memberikan sesuatu
pembayaran kepadamu, supaya kamu membuat dinding antara kami dan mereka?"
(94). Zulkarnain berkata: "Apa yang telah dikuasakan oleh Tuhanku kepadaku
terhadapnya adalah lebih baik, maka tolonglah aku dengan kekuatan (manusia dan
alat-alat), agar aku membuatkan dinding antara kamu dan mereka (95). berilah
aku potongan-potongan besi" Hingga apabila besi itu telah sama rata dengan
kedua (puncak) gunung itu, berkatalah Zulkarnain: Tiuplah (api itu)".
Hingga apabila besi itu sudah menjadi (merah seperti) api, dia pun berkata:
"Berilah aku tembaga (yang mendidih) agar kutuangkan ke atas besi panas
itu” (96). Maka mereka tidak bisa mendakinya dan mereka tidak bisa (pula)
melobanginya (97). Zulkarnain berkata: "Ini (dinding) adalah rahmat dari
Tuhanku, maka apabila sudah datang janji Tuhanku Dia akan menjadikannya hancur
luluh; dan janji Tuhanku itu adalah benar" (98). Kami biarkan mereka di
hari itu bercampur aduk antara satu dengan yang lain, kemudian ditiup lagi
sangkakala, lalu Kami kumpulkan mereka itu semuanya (99).
2.
Munasabah
Pelajaran yang
dapat dipetik dari kisah Zulkarnain, antara lain: dia adalah seorang raja
saleh, yang diberi kekuasaan oleh Allah di muka bumi serta diberi-Nya jalan
untuk mencapai segala sesuatu. Namun, ia tidak berbuat sombong dan melampaui
batas. ia dapat menjelajah dunia hingga ke wilayah barat dan timur. Meskipun
melakukan berbagai penaklukan, orang-orang tunduk patuh kepadanya, demikian
pula negara-negara dan para hamba, ia tidak pernah menyimpah dari keadilan,
bahkan sebaliknya menegakkan hukum-hukum Allah, seperti disebutkan dalam Al
Qur’an: “Berkata Dzulkarnain: “Adapun orang yang aniaya, maka kami kelak akan
mengazabnya, kemudian dia kembalikan kepada Tuhannya, lalu Tuhan mengazabnya
dengan azab yang tidak ada taranya.adapun orang-orang yang beriman dan beramal
saleh, maka baginya pahala yang terbaik sebagai balasan.
B.
Metode Ceramah
1.
QS An-Nahl Ayat 125
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ
بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ
إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ
بِالْمُهْتَدِينَ
Artinya : Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran
yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu,
Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan
Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.
2.
Asbabun Nuzul
Para mufasir berbeda pendapat seputar Asbabun Nuzul ayat ini.
Al-Wahidi menerangkan bahwa ayat ini turun setelah Rasulullah SAW menyaksikan
jenazah 70 sahabat yang syahid dalam Perang Uhud, termasuk Hamzah, paman
Rasulullah. Al-Qurthubi menyatakan bahwa ayat ini turun di Makkah ketika adanya
perintah kepada Rasulullah SAW, untuk melakukan gencatan senjata (muhadanah)
dengan pihak Quraisy. Akan tetapi, Ibn Katsir tidak menjelaskan adanya riwayat
yang menjadi sebab turunnya ayat tersebut.
Meskipun demikian, ayat ini tetap berlaku umum untuk sasaran dakwah siapa
saja, Muslim ataupun kafir, dan tidak hanya berlaku khusus sesuai dengan sabab
an-nuzul-nya (andai kata ada sabab an-nuzul-nya). Sebab,
ungkapan yang ada memberikan pengertian umum. Ini
berdasarkan kaidah ushul :
أَنَّ الْعِبْرَةَ
لِعُمُومِ اللَّفْظِ لَا بِخُصُوصِ السَّبَب
Artinya:
“Yang menjadi patokan adalah keumuman ungkapan, bukan kekhususan sebab.
Dari segi siapa yang berdakwah, ayat
ini juga berlaku umum. Meski ayat ini adalah perintah Allah kepada Rasulullah,
perintah ini juga berlaku untuk umat Islam.
C.
Pendapat Para Mufasir
Sejarawan Muslim yang juga ahli
tafsir, Ibnu Katsir, dalam kitabnya Al-Bidayah Wan Nihayah menjelaskan
Zulkarnain adalah seorang penglima penakluk sekaligus Raja saleh. Karena
kesalehannya ia selalu mengajak manusia untuk menyembah Allah.
Mufassir Muslim Ibnu Jarir
Ath-Thabari juga mengisahkannya dalam kitab tafsir Ath-Thabari. Dikatakan,
Iskandar Zulkarnain adalah seorang laki-laki yang berasal dari Romawi, ia anak
tunggal seorang yang paling miskin diantara penduduk kota. Namun dalam
pergaulan sehari-hari, ia hidup dalam lingkungan kerajaan, bergaul dengan para
perwira dan berkawan dengan wanita-wanita yang baik dan berbudi serta berakhlak
mulia.
Imam Al-Qurtubi dalam kitab tafsir
Al-Qur’annya yang populer, Tafsir Al-Qurtubi, menceritakan,
sejak masih kecil dan masa pertumbuhannya Iskandar berakhlak mulia. Melakukan
hal-hal yang baik sehingga terangkat nama baiknya. Ia juga menjadi mulia di
kalangan kaumnya, sehingga Allah berkenan memberinya kewibawaan.
D.
Analisa
a.
Metode Cerita
Metode cerita banyak terdapat di
dalam Alqur’an, yang tujuan pokoknya adalah untuk menunjukkan fakta kebenaran.
Kebanyakan dalam setiap surah Alqur’an terdapat cerita tentang kaum terdahulu
baik dalam makna sejarah yang positif ataupun negatif. Salah satu surah yang
mengandung cerita dalam Alqur’an yang kami jadikan sebagai materi dalam
kelompok kami yaitu QS Al-Kahfi ayat 83-88. Ayat tersebut menceritakan tentang
kisah Zulkarnain.
Suatu cerita dalam Alqur’an
menunjukkan bahwa cerita tersebut amat besar artinya bagi manusia untuk
dijadikan ingatan dan peringatan serta bahan pelajaran yang diambil hikmahnya
bagi kehidupan generasi berikutnya. Seluruh cerita dalam Alqur’an adalah
mengandung iktibar yang bersifat mendidik manusia. [1]
Cerita tentang kejadian, terutama
peristiwa sejarah, merupakan metode yang banyak ditemukan dalam Alqur’an.
Banyak bagian-bagian Alqur’an yang berisi kisah kesejarahan atau
peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi, atau setidak-tidaknya merupakan bagian
yang bisa dianggap cerita.[2]
Dalam surat Yusuf (12) : 111
dikatakan, bahwa cerita itu mengandung pelajaran yang bermakna bagi manusia,
berdasarkan pemahamannya akan cerita yang terjadi di dalamnya. Ternyata bukan
semata-mata cerita kosong, namun harus mendapat perhatian pemikiran atau
kebahagiaan yang terletak di hati manusia berkenaan dengan cerita yang ada di
dalam Alqur’an.
Dalam cerita-cerita tersebut Allah
SWT juga memberikan reward kepada hamba-hambaNYA yang patuh dan taat. Dan juga
punishment kepada hamba-hambaNYA yang ingkar. Dengan demikian para pembaca
dapat mengambil pelajaran atau ibrah disetiap cerita-cerita yang ada didalam
Al-Qur’an.
Relevansi metode cerita di
lingkungan sekolah seolah-olah seperti benar-benar terjadi dengan sesungguhnya.
Cerita-cerita yang dimaksudkan merupakan metode yang sangat bermanfaat untuk
menyampaikan informasi dan pelajaran. Maka kewajiban pendidik muslim adalah
berkehendak merealisasikan peranannya untuk membentuk sikap-sikap yang
merupakan bagian integral dari tujuan pendidikan islam. [3]
b.
Metode Ceramah
QS An-Nahl ayat 125 dipahami oleh sementara ulama
sebagai menjelaskan tiga macam metode dakwah. Namun, dalam makalah ini yang
akan di bahas adalah salah satu dari ketiga metode tersebut yaitu mauizhah
hasanah. Terhadap kaum awam, diperintahkan untuk menerapkan mauizhah yakni
memberikan nasihat dan perumpamaan yang menyentuh jiwa sesuai dengan taraf
pengetahuan mereka yang sederhana.
Pengajaran yang baik adalah salah satu cara
berdakwah yang hendaknya ditempuh untuk menghadapi manusia yang beraneka ragam
peringkat dan kecenderungannya.
Kata mauizhah terambil dari kata wa’azha yang
berarti nasihat. Mauizhah adalah uraian yang menyentuh hati yang
mengantar kepada kebaikan. Mauizhah hendaknya disampaikan dengan hasanah/baik.
Mauizhah baru dapat mengena hati sasaran bila ucapan yang disampaikan
itu disertai dengan pengamalan dan keteladanan dari yang menyampaikannya.[4]
Metode ceramah adalah teknik penyampaian pesan
pengajaran yang sudah lazim dipakai oleh para guru di sekolah. Ceramah diartikan sebagai suatu cara
penyampaian bahan secara lisan oleh guru di muka kelas. Peran murid di sini
sebagai penerima pesan, mendengarkan, memperhatikan, dan mencatat
keterangan-keterangan guru bilamana diperlukan.
Metode ceramah layak dipakai oleh guru dalam
penyampaian pesan di muka kelas bila :
1) Pesan yang akan disampaikan berupa fakta
atau informasi
2) Jumlah siswanya terlalu banyak
3) Guru adalah seorang pembicara yang baik,
berwibawa, dan dapat merangsang siswa
Keunggulan metode ceramah ini adalah :
1) Penggunaan waktu yang efisien dan pesan
yang disampaikan dapat sebanyak-banyaknya
2) Pengorganisasian kelas lebih sederhana,
dan tidak diperlakukan pengelompokan siswa secara khusus
3) Dapat memberikan motivasi dan dorongan
terhadap siswa dalam belajar
4) Fleksibel dalam penggunaan waktu dan
bahan, jika bahan banyak sedangkan waktu terbatas dapat dibicarakan pokok-pokok
permasalahannya saja, sedangkan bila materi sedikit sedangkan waktu masih
panjang, dapat dijelaskan lebih mendetail
Kelemahan metode ceramah ini adalah :
1) Guru seringkali mengalami kesulitan dalam
mengukur pemahaman siswa sampai sejauhmana pemahaman mereka tentang materi yang
diceramahkan
2) Siswa cenderung bersifat pasif dan sering
keliru dalam menyimpulkan penjelasan guru
3) Bilamana guru menyampaikan bahan
sebanyak-banyaknya dalam tempo yang terbatas, menimbulkan kesan pemaksaan
terhadap kemampuan siswa
4) Cenderung membosankan dan perhatian siswa
berkurang, karena guru kurang memperhatikan faktor-faktor psikologis siswa,
sehingga bahan yang dijelaskan menjadi kabur
Untuk penggunaan metode ceramah secara baik perlu
diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1) Dalam menerangkan pelajaran hendaknya
digunakan kata-kata yang sederhana, jelas, dan mudah dipahami oleh para siswa
2) Gunakan alat visualisasi, seperti
penggunaan papan tulis atau media lainnya yang tersedia untuk menjelaskan pokok
bahasan yang disampaikan
3) Mengulang kata atau istilah-istilah yang
digunakan secara jelas, dapat membantu siswa yang kurang atau lambat kemampuan
dan daya tangkapnya
4) Perinci bahan yang disampaikan, dengan
memberikan ilustrasi, menghubungkan materi dengan contoh-contoh yang konkrit
5) Carilah umpan balik sebanyak mungkin
sewaktu ceramah berlangsung
6) Adakan rekapitulasi dan ulang kembali
rumusan-rumusan yang dianggap penting. Yang dimaksud rekapitulasi disini adalah
menginagt kembali dengan contoh-contoh, keterangan-keterangan, fakta-fakta, dan
sebagainya.
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Kisah Dzulqarnain, yaitu ia melewati
dunia timur dan barat, berhadapan dengan berbagai kaum yang memiliki tradisi
dan kebiasaan yang berbeda-beda dan pada akhirnya dengan bantuan sekelompok
orang bangkit melawan konspirasi Ya’juj dan Ma’juj dan membuat benteng besi
menghadang laju pasukan Ya’juj dan Ma’juj.
Suatu cerita dalam Alqur’an
menunjukkan bahwa cerita tersebut amat besar artinya bagi manusia untuk
dijadikan ingatan dan peringatan serta bahan pelajaran yang diambil hikmahnya
bagi kehidupan generasi berikutnya. Seluruh cerita dalam Alqur’an adalah
mengandung iktibar yang bersifat mendidik manusia.
Metode ceramah adalah teknik penyampaian pesan
pengajaran yang sudah lazim dipakai oleh para guru di sekolah. Ceramah diartikan sebagai suatu cara
penyampaian bahan secara lisan oleh guru di muka kelas. Peran murid di sini
sebagai penerima pesan, mendengarkan, memperhatikan, dan mencatat
keterangan-keterangan guru bilamana diperlukan.
DAFTAR
PUSTAKA
Yusuf, Kadar Muhammad, Tafsir Tarbawi, (Pekanbaru : Zanafa
Publishing, 2011), cet 2.
Usman, Basyirudin, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta : Ciputat pres,
2002), cet 1.
Shihab, M.
Quraish, Tafsir Al-Misbah, (Jakarta :
Lentera Hati, 2002)
Arifin, Muhammad, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 2003), cet 1.
Zainuddin, M. Arifin, Teori-teori Pendidikan Berdasarkan Al-Qur’an, (Jakarta : Rineka
Cipta, 1994), cet 2.
[1] H. M.
Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, PT Bumi Aksara, Jakarta, 2003, hlm
155-156
[2]
Zainuddi, H. M. Arifin, Teori-Teori Pendidikan Berdasarkan Alqur’an, PT Rineka
Cipta, Jakarta, 1994, hlm 205
[3] Ibid.
Hal 208-209
[4] Shihab,
M. Quraish, Tafsir Al-Misbah (QS. An-Nahl ayat 125), Lentera
Hati, Jakarta, 2002, hlm 386-387
Tidak ada komentar:
Posting Komentar