Kamis, 05 November 2015

AKHLAK TERPUJI



AKHLAK TERPUJI
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Ilmu Tasawuf
Dosen Pengampu Atika Ulfia Adlina, M.S.I



logo_STAIN_bening.jpg


Kelas B-PAI
Kelompok 6 :
1.   Rois Mansur                            (1410110042)
2.   Azizatul Muna                                    (1410110061)
3.   Annisa Wahyu Apriliani       (1410110066)
4.   Sya’idatur Rohmah               (1410110076)
 

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
TAHUN 2015
BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Semua orang merasa senang kepada perilaku yang baik. Siapa pun mengakui bahwa kebaikan adalah masalah universal yang disukai oleh semua insan, bahkan oleh orang yang jahat sekali pun. Dengan keragaman kualitas batin manusia, orang berbeda-beda kualitas perilakunya. Namun yakinlah bahwa semua orang sama cintanya kepada perilaku baik. Semua orang bahagia melihat orang mengamalkan kebajikan. Mereka semua terus mencari-cari manusia baik, Karena manusia inilah yang mendatangkan kebahagiaan, bagi siapa saja, kapan saja, dan di mana pun juga.
Kebaikan yang sejujurnya, sesungguhnya, yang murni dan jauh dari kepalsuan, hanya bisa dilakukan oleh mereka yang beriman dan bertaqwa. Mengapa demikian, karena iman menjadikan seseorang memiliki kesadaran yang kuat bahwa semua tingkah lakunya diawasi oleh Allah, sebelum diawasi oleh manusia. Mereka menyadari dan merasakan bahwa perilakunya akan dihitung atau dihisab oleh Allah SWT sebelum oleh orang lain.
Orang akan sangat senang dan bahagia jika hidup bersama dengan orang-orang beriman yang saleh. Namun sesungguhnya, kenikmatan hidup bukan hanya dinikmati oleh mereka yang hidup bersamanya. Pelakunya sendiri akan merasakan kenikmatan yang sama, bahkan lebih dalam. Mengapa? karena selain mendapatkan respon positif dari orang lain di dunia, orang yang berakhlak mulia telah dijanjikan oleh Allah SWT mendapatkan pahala yang melimpah ruah di akhirat kelak.
Karena itu akhlak memiliki manfaat dan perannya tersendiri dalam kehidupan seorang Muslim, baik bagi orang lain maupun bagi dirinya sendiri, juga bagi masyarakat luas.





B.   Rumusan Masalah
1.    Apa pengertian dari akhlak terpuji ?
2.    Ada berapa macam akhlak terpuji itu ? dan apa saja ?
3.    Bagaimana hubungan antara akhlak dengan tasawuf ?
4.    Bagaimana cara memperoleh sifat terpuji ?
5.    Mengapa setiap insan harus memiliki sifat terpuji ? dan apa manfaatnya ?

C.   Tujuan Makalah
1.    Untuk mengetahui pengertian dari akhlak terpuji.
2.    Untuk mengetahui Ada berapa macam akhlak terpuji itu dan apa saja.
3.    Untuk mengetahui Bagaimana hubungan antara akhlak dengan tasawuf.
4.    Untuk dapat memperoleh sifat terpuji.
5.    Untuk dapat mengetahui alasan mengapa setiap manusia harus memiliki sifat terpuji.
6.    Untuk dapat memperoleh manfaat dari sifat terpuji.


















BAB II
PEMBAHASAN

A.   Pengertian Akhlak Terpuji
Akhlak karimah (Wahid Ahmadi, 2004 : 33) adalah akhlak yang dibangun pertama-tama oleh hati yang tulus mencari ridha Allah, baru setelah itu diikuti dengan perilaku terpuji, yang sesuai dengan anjuran islam. Diantaranya yaitu rasa saling percaya terhadap sesama umat manusia, saling membantu, saling memberi, dan lain-lain akhlak terpuji, dengan niat yang suci bersih, semata-mata karena mengharapkan ridha Allah SWT.
Definisi akhlak menurut Imam Ghazali yaitu “Akhlak adalah kondisi jiwa yang tertanam kuat, yang darinya terlahir sikap amal secara mudah tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.” Untuk menjadikan akhlak yang islami, maka iman harus mendasarinya. Karena sebuah amal secara umum bisa disebut islami jika memenuhi dua syarat, yaitu dilakukan karena Allah dan tidak bertentangan dengan ajaran Allah.
Menurut Hasan Al-Bashri (Syaikh Abdul Wahhab Asy-Sya’rani, 2004 : 68) akhlak yang baik adalah murah hati, pemaaf, dan bertanggung jawab.
Rasulullah SAW memiliki akhlak yang sangat mulia. Beliau juga diutus dan diperintah Allah agar menyempurnakan akhlak manusia. Sebab hanya dengan akhlak karimah seseorang akan meraih kemuliaan dan derajat yang luhur. Berakhlak mulia adalah amal kebajikan yang sangat besar pahalanya, sehingga Islam menganjurkan kepada pemeluknya agar selalu bertingkah laku dengan akhlak karimah.
Termasuk bagian dari akhlak karimah bersifat lemah lembut kepada sesama, suka berderma baik ketika mendapatkan rizki yang lapang maupun ketika berada dalam kesempitan, menahan emosi, dan memaafkan kesalahan orang lain.
Suatu masyarakat yang diisi dengan senyum ramah lagi tulus, sapa hangat tetangga, ulur tangan empati kepada yang menderita, besuk kepada si sakit, meminta maaf jika bersalah, mengucapkan salam yang mesra, saling memberi hadiah, berbaik sangka, maka masyarakat ini pasti akan menuai berkah dalam kehidupannya.
Dengan perilaku terpuji inilah maka hubungan antar individu di tengah masyarakat akan terjalin baik. Dengan ini pula maka beragam watak negatif yang hendak menghancurkan pilar-pilar masyarakat tidak mendapat tempat, sedangkan pahala Allah di akhirat nanti berupa surga yang telah menanti.

B.   Macam – Macam Akhlak Terpuji
1.   Jujur
Orang yang jujur adalah (Wahid Ahmadi, 2004 : 41) orang yang berkata, berpenampilan, dan bertindak apa adanya, tanpa dibuat-buat. Kejujuran adalah sikap yang jauh dari kepalsuan dan kepura-puraan. Kejujuran berarti sikap yang dibangun oleh kematangan jiwa dan kejernihan hati. Sikap jujur adalah suara hati nurani terdalam manusia, karenanya ia senantiasa menempati posisi terhormat di hadapan siapa pun.
Sikap jujur adalah bagian dari akhlak karimah. Kejujuran akan mengantarkan pemiliknya meraih derajat dan kehormatan yang tinggi, baik di mata Allah maupun dimata manusia. Kejujuran akan mengantarkan seseorang meraih surga yang penuh kenikmatan, dan senantiasa berada dalam keridhaan Allah SWT.
Seorang muslim hendaknya selalu melakukan kejujuran sekalipun dirinya mengalami kehancuran, mendapatkan ancaman maupun tekanan. Sebab pada hakikatnya di dalam kejujuran terdapat kesuksesan, keselamatan, dan kemuliaan. 
Kejujuran adalah “harta” yang mahal. Maka sikap jujur selalu melahirkan kabajikan, bahkan kejujuran merupakan sumber dari semua jenis kebajikan. Kejujuran memang terkadang memberatkan, tetapi kebajikan memang tidak selalu mudah didapatkan. Ia mesti diperoleh dengan perjuangan.

2.      Sabar
Kata shabr maknanya habs, yakni menahan. Maka kata sabar dimaknai “usaha menahan diri dari hal-hal yang tidak disukai dengan sepenuh kerelaan dan kepasrahan.” Sikap sabar sangat dibutuhkan oleh setiap orang. Demikian itu karena semua orang pasti merasakan pahit getirnya kehidupan, selain hal-hal yang menyenangkan. Peristiwa yang menyenangkan saja harus disikapi dengan sabar dalam bentuk kehati-hatian agar tidak terlalu gembira hingga lepas kontrol, apalagi peristiwa yang pahit dan menyusahkan. Maka kesabaran sangat dibutuhkan untuk bisa bertahan menerimanya. 
Kesabaran dibutuhkan dalam taat dan ibadah. Seperti menahan lapar ketika puasa dan menahan amarah, menahan dari hal-hal yang bersifat jelek. Kesabaran dalam menjuhi maksiat, seperti menahan membicarakan aib orang lain, tidak menipu, tidak melakukan hal-hal yang dilarang agama. Orang yang bersabar untuk senantiasa taat kepada Allah itu berat, namun lebih berat lagi sabar untuk tidak berbuat maksiat sementara seseorang mampu melakukannya dan peluang juga tersedia. Maka kesabaran memang hanya milik mereka yang mendapatkan taufik dan hidayah dari Allah SWT.
Diantara hikmah-hikmah kesabaran, yaitu kesabaran dapat melimpah-ruahkan pahala, kesabaran selalu melahirkan kebajikan, Kesabaran dalam menghadapi cobaan merupakan kekuatan iman.
Salah seorang diantara kaum muslimin yang ditinggal mati tiga orang anaknya, kemudian menghadapinya dengan tabah dan sabar, maka dia tidak akan pernah disentuh siksa neraka. Dia hanya sekedar lewat di neraka sebagai persyaratan masuk surga, namun sama sekali tidak merasakan panasnya neraka. Dan itulah balasan terbaik bagi seorang muslim ataupun muslimah yang sabar dan tabah menghadapi musibah yaitu surga.

3.   Ridha
Dzun al-Nun al-Misri[1] menjelaskan bahwa ridha adalah menerima ketentuan dengan kerelaan hati. Selanjutnya dia menjelaskan tanda-tanda orang yang ridha adalah 1) Usaha sebelum terjadi ketentuan, 2) Lenyapnya resah gelisah sesudah terjadi ketentuan, dan 3) Cinta yang bergelora di saat terjadi mala petaka.
Pengertian ridha di atas merupakan perpaduan antara sabar dan tawakkal, sehingga melahirkan sikap mental senang dan tenang menerima segala situasi dan kondisi. Setiap yang terjadi disambut dengan hati terbuka bahkan dengan rasa nikmat dan bahagia walaupun berupa bencana. Suka dan duka diterima dengan gembira sebab diyakini apa pun yang datang adalah ketentuan dari Allah.
Misalnya jika dikaitkan dengan sabar, maka ridha merupakan sabar yang terbaik, sebab hakikat ridha adalah sabar dengan tanpa protes dan mengeluh. Jika dihubungkan dengan tawakkal maka keduanya dapat memelihara takdir Allah secara benar. Tawakkal diposisikan sebelum terjadinya takdir, sedang ridha diposisikan sesudah terjadinya takdir.
Ridha adalah selalu menerima setiap kenyataan dari Allah dan ketentuanNya. Jika ditinggal mati oleh putra, saudara, keluarga, atau kerabat, mereka akan pasrah dan rela.
Bakr Al-Mazni r.a berkata, “Ditinggal mati orang tua adalah peristiwa biasa. Ditinggal mati saudara memecah dosa. Dan ditinggal mati anak membuat hati retak tak tertambal.”
Ibn Abi Katsir r.a berkata, “Setelah kematian, tidak ada guna berkeluh kesah. Sungguh, keluh kesah tidak akan mengembalikan yang luput.”

4.   Bersyukur
Syukur adalah menerima segala apa yang telah diberikan oleh Allah, entah itu sedikit maupun banyak. Orang yang senantiasa mensyukuri nikmat Allah, akan mendapatkan curahan nikmat yang lebih besar lagi.
Nikmat-nikmat Allah yang diberikan kepadamu tak akan mampu kau jumlah dan kau hitung, apalagi kau syukuri dengan sempurna. Orang yang fakir atau yang sakit parah seumpamanya mau berpikir, niscaya ia bersyukur dengan menjalani kesabaran bagaimanapun beratnya.
Rasa syukur secara maksimal dapat engkau tunjukkan dengan ketaatanmu kepada Allah SWT atas setiap nikmat yang diberikan kepadamu. Jika engkau tidak mentaati Allah dengan nikmat-nikmat itu, maka engkau telah meninggalkan syukur nikmat. Sesungguhnya memperbanyak pujian dan syukur pada Allah atas kelapangan dan kebahagiaan yang diberikan padanya merupakan alat pendekatan diri kita kepada-Nya dan penyebab tercurahnya pertolongan dari-Nya.
Basyar Al-Hafi r.a berkata, “Barangsiapa bersyukur kepada Allah hanya dengan lisan, tanpa  syukur anggota tubuh lainnya, sungguh syukurnya sangat sedikit. Syukur penglihatan, jika melihat sesuatu yang baik, adalah menjaganya; sedangkan jika melihat yang buruk, adalah menutupnya. Syukur pendengaran, jika mendengar kebaikan, adalah menjaganya; jika mendengar keburukan, adalah mengabaikannya. Syukur kedua belah tangan, adalah hanya mengambil atau member yang hak. Syukur perut adalah memenuhinya dengan ilmu dan sikap santun. Syukur kemaluan adalah hanya mempergunakannya untuk sesuatu yang boleh. Syukur dua kaki, adalah hanya berjalan untuk kemaslahatan. Barangsiapa sudah bisa memenuhinya, berarti ia benar-benar termasuk orang yang bersyukur.”

5.   Tasamuh/Toleransi
Tasamuh/Toleransi berarti sikap tenggang rasa, saling menghormati, saling menghargai sesama manusia.
Untuk dapat memiliki sikap tasamuh dalam kehidupan, perlu memperhatikan beberapa hal berikut, Berusaha untuk menghormati orang lain sebagaimana dirinya ingin dihormati. Berusaha mengahargai kelebihan yang dimiliki orang lain, walaupun dirinya sendiri juga memiliki kelebihan. Tidak selalu melihat kekurangan orang lain tanpa mengingat kekurangan diri sendiri.
Dampak positif dengan adanya sikap tasamuh, diantaranya, Memuaskan batin orang lain karena dapat mengambil hak sebagaimana mestinya.  Kepuasan batin yang tercermin dalam raut wajahnya menjadikan semakin erat hubungan persaudaraan orang lain dengan dirinya. Eratnya hubungan baik dengan orang lain dapat memperlancar terwujudnya kerja sama yang baik dalam kehidupan bermasyarakat. Dapat memperluas kesempatan untuk memperoleh rizki karena banyak relasi.

6.   Wara’
Wara’ yaitu menjauhkan diri dari dosa, maksiat dan syubhat (perkara yang tidak diketahui halal dan haramnya). Wara’ merupakan senjata sakti penjunjung agama. Wara’ inilah yang menjadi ciri ulama yang mengamalkan ilmunya. 
Wara’ adalah selalu berusaha menutupi aib sesama muslim, dan senantiasa melakukan intropeksi diri dalam kehati-hatian. Dalam setiap ucapan dan perbuatan sangat berhati-hati serta penuh pertimbangan. Hakikat wara’ adalah menyelamatkan diri dari perkara yang syubhat, serta intropeksi diri disertai rasa kekhawatiran terhadap bahaya. Apabila tidak memiliki sikap seperti itu, seseorang tidak dianggap wara’.
Ibrahim ibn Adham[2] berpendapat bahwa wara’ adalah meninggalkan segala yang masih diragukan dan meninggalkan kemaksiatan.

7.   Tawakkal
Secara umum pengertian tawakkal (Masyharuddin, 2007 : 234) adalah pasrah dan mempercayakan secara bulat kepada Allah setelah seseorang membuat rencana dan melakukan usaha atau ikhtiar. Karena nasib apa pun yang diterima pada hakikatnya adalah karunia dari Allah.
Syarat-syarat tawakal ialah : Tidak bermaksiat, menjauhi segala larangan Allah SWT dan menjalankan setiap perintah-Nya dengan bersandar, memohon pertolongan dan selalu pasrah kepada-Nya, tidak menodai kesucian tawakalnya dengan urusan-urusan keduniaan dengan hanya berserah diri kepada-Nya.
Dan, menyerahkan diri kepada Allah (tawakal) tidak berarti bertentangan dengan ikhtiar (usaha), bahkan ikhtiar itu dipandang suatu keharusan. Sebab, kita diperintahkan untuk berikhtiar terhadap sesuatu yang telah ditakdirkan kepada kita dan bertawakal kepada Allah dalam suatu yang kita tidak di takdirkan kepadanya.
Seorang mukmin ketika berikhtiar maka sesungguhnya hatinya cenderung kepada ikhtiar itu, tetapi ia tidak menggantungkan diri semata kepada ikhtiar tersebut. Oleh karena itu, diantara hikmah bertawakal kepada Allah, ialah menyebabkan hati tenang dan tentram. Sebab, seorang yang bertawakal kepada Allah selalu menyadari bahwa ia hanya sekedar melakukan apa yang telah ditakdirkan kepadanya, sementara ia menyerahkan diri kepada Allah dalam urusan yang tidak ditakdirkan kepadanya.
Tanda-tanda orang yang memiliki ketawakalan murni (Sayyid Abdullah bin Alwi Ahaddad, 2007 : 223). Pertama, tidak berharap dan tidak takut kepada sesuatu selain Allah, berani menyampaikan kebenaran di hadapan orang yang diharapkan kebaikannya dan ditakuti kejahatannya, yaitu para penguasa dan raja.
Kedua, tidak terlalu mementingkan masalah rizki karena ia yakin bahwa kesemuanya adalah tanggungan Allah. Walaupun kebutuhannya tak terpenuhi, tetapi jiwanya tetap tenang seolah-olah segalanya telah terpenuhi. Ketiga, hatinya tak pernah merasa takut dan gentar karena ia yakin bahwa segala sesuatu yang tidak ditakdirkan untuknya pasti tak akan mengenainya, begitu juga sebaliknya.

8.   Qana’ah (Menerima Apa Adanya)
Qana’ah adalah sikap menerima dengan rela dan merasa cukup dengan apa yang diberikan Allah kepadanya. Orang yang bersifat qana’ah selalu giat bekerja dan berusaha, namun apabila usahanya tidak berhasil tidak merasa kecewa atau putus asa, karena punya pendirian bahwa apa yang diperoleh semua merupakan ketentuan Allah SWT, yang harus diterima dengan lapang dada dan rasa syukur.
Qana’ah ialah hatinya selalu tenang begitu pula jiwanya selalu tentram. Ia tidak akan berkompetisi (berlomba-lomba) atau bermusuhan dengan orang lain gara-gara urusan dunia.
Diantara hikmah qana’ah dan kaya hati bagi orang yang beriman, ialah tidak memandang kepada orang yang diberi kelebihan Allah dalam hal kemewahan dunia. Juga termasuk hikmah qana’ah ialah timbul rasa tidak senang terhadap kemewahan dunai. Oleh karena itu, seorang mungkin senantiasa membersihkan hatinya dari gila dunia. Sehingga ia tidak senang sekiranya ia menerima kemewahan dunia itu pupus darinya.

9.   Tawadhu’ (Rendah hati)
Kata tawadhu’ berasal dari kata wa-dha-‘a yang berarti merendahkan. Ia berarti, sifat merendahkan diri atau menempatkan dirinya pada posisi yang lebih rendah dari yang semestinya dimiliki. Dan hanya orang yang tawadhu’ sajalah yang akan meraih penghormatan dari sesama manusia, serta mendapatkan keridhaan dari Tuhannya.
Apabila di antara umat manusia saling mengembangkan sikap merendahkan diri, tentu keadaan dunia ini akan menjadi aman, tentram, dan penuh kebahagiaan. Sebab tidak akan ada lagi orang yang menzhalimi orang lain, dan tidak akan ada lagi orang yang sombong, membanggakan diri, dan semena-mena terhadap orang lain.
Seorang mukmin selalu berusaha mematahkan dan mengubur habis-habisan segala kesenangan hawa nafsunya yang bersifat duniawi. Untuk itu ia tidak lagi memandang dirinya memiliki kemuliaan dan kedudukan tinggi di sisi orang banyak. Oleh sebab itu ia tidak canggung-canggung bergaul dengan orang-orang yang lemah dan orang-orang miskin. Ia juga selalu menghadiri undangan, apapun kedudukan orang yang mengundangnya.
Pada hakikatnya (Aba Firdaus al Halwani, 2003 : 46)  tawadhu’ tidak akan mengantarkan seseorang menjadi rendah dan terhina, justru akan mengantarkan dirinya menjadi orang mulia lagi terhormat. Karena itu, milikilah sifat dan sikap tawadhu’, hingga kebahagiaan, kemuliaan, dan keterhormatan bisa diraih secara sempurna.

10.    Bekerja Keras
Bekerja keras (Aba Firdaus al Halwani, 2003 : 72) adalah bagian dari akhlak karimah yang harus dimiliki oleh setiap muslim. Sebab hanya dengan kerja keraslah keberhasilan akan senantiasa berpihak kepada kita, dan rizki yang halal senantiasa akan berada di depan mata.
Rasulullah secara tegas telah menegaskan, bahwa para utusan Allah yang mulia itu tetap bekerja dalam rangka mencari rizki yang halal. Karena itu, setiap muslim harus bekerja dengan sungguh-sungguh, tidak boleh bertopang dagu bermalas-malasan. Apalagi hanya mengharapkan uluran tangan orang lain. Yang demikian sangatlah tercela, hingga setiap muslim harus selalu menghindari dan menjauhinya.
Rizki yang halal hanya dapat diraih dengan cara-cara yang halal pula. Pada hakikatnya orang yang senantiasa menjalankan perintah agama akan selalu mendapatkan kesempurnaan rizki. Hanya saja seringkali rizki tidak diberikan begitu saja. Harus diraih dengan usaha dan kerja keras. Karena itu, apabila datangnya rizki terlambat, maka seorang muslim tidak boleh berputus asa dan harus bersabar.
Bekerja keras untuk mendapatkan rizki yang kemudian digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarga adalah perbuatan yang sangat terpuji. Karena itu, Rasulullah mensejajarkan orang yang bekerja keras dengan orang yang berjihad di jalan Allah. Sebab orang yang bekerja keras untuk mendapatkan rizki halal adalah sedang berjihad di jalan Allah dalam rangka menegakkan kebutuhan keluarga.

11.    Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Seorang mukmin selalu menyadari bahwa menyuruh kepada kema’rufan dan mencegah kemunkaran merupakan suatu kewajiban bagi setiap muslim, sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Begitu pula ia menyadari bahwa orang yang meninggalkan kewajiban tersebut, dia akan terancam oleh siksaan yang keras dari Allah.
Hendaklah engkau selalu beramar ma’ruf nahi munkar, yaitu memerintah ke arah kebaikan dan mencegah diri dari kemunkaran. Karena hal itu merupakan sendi pokok agama dan karena itu pula Allah menurunkan dan mengutus para rasul-Nya.
Wajib bagimu ketika melihat seseorang yang meninggalkan kebajikan dan mengerjakan kemungkaran untuk memberinya nasihat dan ancaman. Jika ia tidak mendengarnya, maka paksa dan pukullah dia serta hancurkan alat-alat yang ia gunakan untuk berbuat kemungkaran seperti botol-botol minuman keras serta kembalikanlah harta dan barang yang telah ia rampas kepada pemiliknya yang sah.

12.    Dermawan
Bersikap dermawan dan murah hati adalah bagian dari akhlak karimah yang seharusnya dimiliki oleh setiap muslim. Bagi orang yang dermawan, Allah akan melipat gandakan pahala baginya. Akan dilipat gandakan sampai tujuh ratus kali, bahkan sampai tidak terbatas. Karena itu, sikap dermawan harus dimiliki oleh setiap muslim, agar dapat meraih pahala sebanyak-banyaknya di sisi Allah.
Dermawan adalah mengorbankan harta dan toleran terhadap sesama manusia. Surga adalah rumah para dermawan, dan neraka adalah rumah orang-orang kikir. Harta yang dibuang untuk agama dan hanya dengan tujuan mencari ridha Allah, maka itulah harta milik yang sesungguhnya. Inilah mengapa orang yang mudah memberi, bersedekah, atau berinfak sangat dicintai Allah SWT, hingga para malaikat senantiasa mendoakannya agar ditambahkan harta itu.
Kemurahan hati dan kedermawanan adalah dahan-dahan pohon surga yang berada di bumi, yang akan mengantarkan seseorang menjadi penghuni surga. Sebab manusia yang paling istimewa imannya adalah orang yang paling ringan tangannya untuk memberi sedekah. Orang yang memiliki harta kekayaan kemudian diinfakkan di jalan Allah, akan memperoleh keuntungan besar pula. Sebab pada hakikatnya harta yang disedekahkan tidak akan pernah berkurang, tetapi justru bertambah barakah dan manfaatnya.
Jika seorang hamba tidak mau menginfakkan sebagian hartanya di jalan kebaikan yang telah diperintahkan Allah, karena ia tidak percaya adanya ganti dan pelipatgandaan pahala yang dijanjikan Allah baginya, tentu amalnya tidak akan bermanfaat, meskipun amalnya sampai sebesar gunung. Karena, semua amal yang dilakukannya tidak berdasar. Sungguh, salah satu kesempurnaan seorang mukmin adalah tidak menyalahi apapun yang diperintahkan Allah kepadanya.

C.   Hubungan Akhlak dengan Tasawuf
Tasawuf merupakan salah satu fenomena dalam Islam yang memusatkan perhatian pada pembersihan aspek rohani manusia, yang selanjutnya menimbulkan akhlah mulia. Melalui tasawuf ini seseorang dapat mengetahui tentang cara-cara melakukan pembersihan diri serta mengamalkan secara benar.
Karena pada dasarnya seseorang dapat mempelajari tasawuf  lebih mendalam itu harus di dasari Akhlak. Akhlak yang baik, bersih dan suci merupakan pintu gerbang utama untuk membuka jiwa tasawuf agar bisa menjadi tokoh sufi yang baik.
Pada hakikatnya tujuan tasawuf adalah (Masyharuddin, 2007 : 227) membina aspek moral dengan berbagai aktifitas yang lebih menekankan upaya-upaya mewujudkan kestabilan jiwa yang berkeseimbangan, penguasaan, dan pengendalian hawa nafsu sehingga memiliki komitmen dan konsistensi hanya kepada keluhuran moral.

D.  Cara Memperoleh Sifat Terpuji
1.    Bersungguh-sungguh / Mujahadah dalam memperbaiki diri
2.    Introspeksi / muhasabah
3.    Merenungkan dampak positif akhlak yang mulia
4.    Memikirkan dampak buruk akhlak yang jelek
5.    Tidak putus asa dalam memperbaiki diri
6.    Memiliki kesabaran dalam setiap menghadapi cobaan
7.    Bersikap ramah dan menjauhi bermuka masam
8.    Mudah memaafkan dan tidak mudah melampiaskan amarah
9.    Tidak suka mencela
10.Saling menasihati agar berakhlak baik
11.Senantiasa bersikap lemah lembut dan tidak tergesa-gesa
12.Bersahabat dengan orang baik-baik yang berakhlak mulia

E.   Alasan Mengapa Setiap Manusia Harus Memiliki Sifat Terpuji
Mengapa manusia harus memiliki sifat terpuji ? karena sifat terpuji sangat dibutuhkan untuk bersosialisasi dengan manusia. Dalam pergaulan sehari – hari antara sesama Manusia, tentu terdapat hubungan dalam kehidupan sehari-hari tersebut. Hubungan yang berjalan dengan baik tentu ada aturan yang harus kita jalankan, bagi umat Islam tata cara bergaul tersebut telah diatur dalam Al-Qur’an dan sunnah Rasulllah SAW yang sering kita sebut dengan Sifat terpuji atau akhlak terpuji.
Sebagai orang islam dan sebagai hamba Allah Yang Maha Kuasa, akhlak terpuji merupakan salah satu hal mutlak yang harus dimiliki dan diaplikasikan oleh muslim jika ia benar-benar mengaku sebagai hamba Allah. Akhlak terpuji akan membawa kepada kebajikan. Sebanarnya di dunia ini tidak ada orang yang jahat, hanya keadaan saja yang membuatnya menjadi orang jahat. Hal itu menandakan bahwa sebenarnya manusia sebagai hamba Allah telah dikaruniai potensi untuk berakhlak terpuji.

F.    Manfaat Sifat Terpuji
1.    Memperoleh keridhoan Allah SWT
2.    Terhindar dari perbuatan dosa
3.    Mendapatkan kepuasan hidup
4.    Sarana penyelesaian masalah hidup
5.    Memperoleh kebahagiaan hidup dunia dan akhirat
6.    Menciptakan prasangka baik
7.    Tidak mudah putus asa
8.    Menjadikan dirinya tenang, aman, dan tidak merasa takut pada siapa pun kecuali Allah SWT
9.    Dapat meningkatkan rasa syukur atas nikmat yang telah Allah berikan padanya


















BAB III
PENUTUP
A.   Kesimpulan
Pengertian Akhlak Terpuj adalah akhlak yang dibangun pertama-tama oleh hati yang tulus mencari ridha Allah, baru setelah itu diikuti dengan perilaku terpuji, yang sesuai dengan anjuran islam.
Macam – Macam Akhlak Terpuji:
1.    Jujur                                                                                        
2.    Sabar
3.    Ridha
4.    Bersyukur
5.    Tasamuh/Toleransi
6.    Wara’
7.    Tawakkal
8.    Qana’ah (Menerima Apa Adanya)
9.    Tawadhu’ (Rendah hati)
10.Bekerja Keras
11.Amar Ma’ruf Nahi Munkar
12.Dermawan
Hubungan Akhlak dengan Tasawuf, merupakan salah satu fenomena dalam Islam yang memusatkan perhatian pada pembersihan rohani manusia, yang selanjutnya menimbulkan akhlak mulia. Karna pada dasarnya seseorang dapat mempelajari tasawuf  lebih mendalam itu harus di dasari Akhlak. Pada hakikatnya tujuan tasawuf adalah membina aspek moral dengan berbagai aktifitas yang lebih menekankan kestabilan jiwa dan kepada keluhuran moral.








DAFTAR PUSTAKA

Asy-Sya’rani, Syaikh Abdul Wahhab, Peringatan Bagi Mereka yang Terperdaya, (Bandung : Pustaka Hidayah, 2004), cet. 1.
Al-Hilali, Abdul Majid, Rahasia Datangnya Pertolongan Allah, (Yogyakarta : Pustaka Suara Muhammadiyah, 1997), cet. 1.
Masyharuddin, Pemberontakan Tasawuf (Kritik Ibn Taimiyyah atas Rancang Bangun Tasawuf), (Surabaya : JP Books bekerja sama dengan Stain Press Kudus, 2007), cet. 1.
Ahmadi, Wahid, Risalah Akhlak (Panduan Perilaku Muslim Modern), (Solo : Era Intermedia, 2004), cet. 1.
Firdaus, Aba al Halwani, Membangun Akhlak Mulia (dalam Bingkai al-Qur’an dan as-Sunnah), (Yogyakarta : Al-Manar, 2003), cet. 1.
Abdullah, Sayyid bin Alwi Al-Haddad, Risalatul Mu’awanah (Menggapai Esensi Menuju Makrifatullah), (Surabaya : Mutiara Ilmu, 2007), cet. 2.



[1] Dzun al-Nun al-Misri wafat pada tahun 859 M
[2] Ibrahim ibn Adham wafat pada tahun 778 M

Tidak ada komentar:

Posting Komentar