AKHLAK
TERPUJI
Disusun
Guna Memenuhi Tugas
Mata
Kuliah : Ilmu Tasawuf
Dosen
Pengampu Atika Ulfia Adlina, M.S.I

Kelas B-PAI
Kelompok 6 :
1.
Rois
Mansur (1410110042)
2.
Azizatul
Muna (1410110061)
3.
Annisa
Wahyu Apriliani (1410110066)
4. Sya’idatur Rohmah (1410110076)

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
TAHUN 2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Semua orang merasa senang kepada perilaku yang baik.
Siapa pun mengakui bahwa kebaikan adalah masalah universal yang disukai
oleh semua insan, bahkan oleh orang yang jahat sekali pun. Dengan keragaman
kualitas batin manusia, orang berbeda-beda kualitas perilakunya. Namun yakinlah
bahwa semua orang sama cintanya kepada perilaku baik. Semua orang bahagia
melihat orang mengamalkan kebajikan. Mereka semua terus mencari-cari manusia
baik, Karena manusia inilah yang mendatangkan kebahagiaan, bagi siapa saja,
kapan saja, dan di mana pun juga.
Kebaikan yang sejujurnya, sesungguhnya, yang murni dan
jauh dari kepalsuan, hanya bisa dilakukan oleh mereka yang beriman dan
bertaqwa. Mengapa demikian, karena iman menjadikan seseorang memiliki kesadaran
yang kuat bahwa semua tingkah lakunya diawasi oleh Allah, sebelum diawasi oleh
manusia. Mereka menyadari dan merasakan bahwa perilakunya akan dihitung atau
dihisab oleh Allah SWT sebelum oleh orang lain.
Orang akan sangat senang dan bahagia jika hidup
bersama dengan orang-orang beriman yang saleh. Namun sesungguhnya, kenikmatan
hidup bukan hanya dinikmati oleh mereka yang hidup bersamanya. Pelakunya
sendiri akan merasakan kenikmatan yang sama, bahkan lebih dalam. Mengapa?
karena selain mendapatkan respon positif dari orang lain di dunia, orang
yang berakhlak mulia telah dijanjikan oleh Allah SWT mendapatkan pahala yang
melimpah ruah di akhirat kelak.
Karena itu akhlak memiliki manfaat dan perannya
tersendiri dalam kehidupan seorang Muslim, baik bagi orang lain maupun bagi
dirinya sendiri, juga bagi masyarakat luas.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari
akhlak terpuji ?
2. Ada berapa macam akhlak
terpuji itu ? dan apa saja ?
3. Bagaimana hubungan
antara akhlak dengan tasawuf ?
4. Bagaimana cara
memperoleh sifat terpuji ?
5. Mengapa setiap insan
harus memiliki sifat terpuji ? dan apa manfaatnya ?
C. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui
pengertian dari akhlak terpuji.
2. Untuk mengetahui Ada
berapa macam akhlak terpuji itu dan apa saja.
3. Untuk mengetahui
Bagaimana hubungan antara akhlak dengan tasawuf.
4. Untuk dapat memperoleh
sifat terpuji.
5. Untuk dapat mengetahui
alasan mengapa setiap manusia harus memiliki sifat terpuji.
6. Untuk dapat memperoleh
manfaat dari sifat terpuji.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Akhlak
Terpuji
Akhlak karimah (Wahid Ahmadi, 2004 : 33) adalah akhlak
yang dibangun pertama-tama oleh hati yang tulus mencari ridha Allah, baru
setelah itu diikuti dengan perilaku terpuji, yang sesuai dengan anjuran islam. Diantaranya
yaitu rasa saling percaya terhadap sesama umat manusia, saling membantu, saling
memberi, dan lain-lain akhlak terpuji, dengan niat yang suci bersih,
semata-mata karena mengharapkan ridha Allah SWT.
Definisi akhlak menurut Imam Ghazali yaitu “Akhlak
adalah kondisi jiwa yang tertanam kuat, yang darinya terlahir sikap amal secara
mudah tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.” Untuk menjadikan akhlak
yang islami, maka iman harus mendasarinya. Karena sebuah amal secara umum bisa
disebut islami jika memenuhi dua syarat, yaitu dilakukan karena Allah dan tidak
bertentangan dengan ajaran Allah.
Menurut Hasan Al-Bashri (Syaikh Abdul Wahhab
Asy-Sya’rani, 2004 : 68) akhlak yang baik adalah murah hati, pemaaf, dan
bertanggung jawab.
Rasulullah SAW memiliki akhlak yang sangat mulia.
Beliau juga diutus dan diperintah Allah agar menyempurnakan akhlak manusia. Sebab
hanya dengan akhlak karimah seseorang akan meraih kemuliaan dan derajat yang
luhur. Berakhlak mulia adalah amal kebajikan yang sangat besar pahalanya,
sehingga Islam menganjurkan kepada pemeluknya agar selalu bertingkah laku
dengan akhlak karimah.
Termasuk bagian dari akhlak karimah bersifat lemah
lembut kepada sesama, suka berderma baik ketika mendapatkan rizki yang lapang
maupun ketika berada dalam kesempitan, menahan emosi, dan memaafkan kesalahan
orang lain.
Suatu masyarakat yang diisi dengan senyum ramah lagi
tulus, sapa hangat tetangga, ulur tangan empati kepada yang menderita, besuk
kepada si sakit, meminta maaf jika bersalah, mengucapkan salam yang mesra,
saling memberi hadiah, berbaik sangka, maka masyarakat ini pasti akan menuai
berkah dalam kehidupannya.
Dengan perilaku terpuji inilah maka hubungan antar
individu di tengah masyarakat akan terjalin baik. Dengan ini pula maka beragam
watak negatif yang hendak menghancurkan pilar-pilar masyarakat tidak mendapat
tempat, sedangkan pahala Allah di akhirat nanti berupa surga yang telah
menanti.
B. Macam – Macam Akhlak
Terpuji
1. Jujur
Orang yang jujur adalah (Wahid Ahmadi, 2004 : 41)
orang yang berkata, berpenampilan, dan bertindak apa adanya, tanpa dibuat-buat.
Kejujuran adalah sikap yang jauh dari kepalsuan dan kepura-puraan. Kejujuran
berarti sikap yang dibangun oleh kematangan jiwa dan kejernihan hati. Sikap jujur
adalah suara hati nurani terdalam manusia, karenanya ia senantiasa menempati
posisi terhormat di hadapan siapa pun.
Sikap jujur adalah bagian dari akhlak karimah.
Kejujuran akan mengantarkan pemiliknya meraih derajat dan kehormatan yang
tinggi, baik di mata Allah maupun dimata manusia. Kejujuran akan mengantarkan
seseorang meraih surga yang penuh kenikmatan, dan senantiasa berada dalam
keridhaan Allah SWT.
Seorang muslim hendaknya selalu melakukan kejujuran
sekalipun dirinya mengalami kehancuran, mendapatkan ancaman maupun tekanan.
Sebab pada hakikatnya di dalam kejujuran terdapat kesuksesan, keselamatan, dan
kemuliaan.
Kejujuran adalah “harta” yang mahal. Maka sikap jujur
selalu melahirkan kabajikan, bahkan kejujuran merupakan sumber dari semua jenis
kebajikan. Kejujuran memang terkadang memberatkan, tetapi kebajikan memang
tidak selalu mudah didapatkan. Ia mesti diperoleh dengan perjuangan.
2.
Sabar
Kata shabr maknanya habs, yakni menahan.
Maka kata sabar dimaknai “usaha menahan diri dari hal-hal yang tidak disukai
dengan sepenuh kerelaan dan kepasrahan.” Sikap sabar sangat dibutuhkan oleh
setiap orang. Demikian itu karena semua orang pasti merasakan pahit getirnya
kehidupan, selain hal-hal yang menyenangkan. Peristiwa yang menyenangkan saja
harus disikapi dengan sabar dalam bentuk kehati-hatian agar tidak terlalu
gembira hingga lepas kontrol, apalagi peristiwa yang pahit dan menyusahkan.
Maka kesabaran sangat dibutuhkan untuk bisa bertahan menerimanya.
Kesabaran dibutuhkan dalam taat dan ibadah. Seperti
menahan lapar ketika puasa dan menahan amarah, menahan dari hal-hal yang
bersifat jelek. Kesabaran dalam menjuhi maksiat, seperti menahan membicarakan
aib orang lain, tidak menipu, tidak melakukan hal-hal yang dilarang agama. Orang
yang bersabar untuk senantiasa taat kepada Allah itu berat, namun lebih berat
lagi sabar untuk tidak berbuat maksiat sementara seseorang mampu melakukannya
dan peluang juga tersedia. Maka kesabaran memang hanya milik mereka yang
mendapatkan taufik dan hidayah dari Allah SWT.
Diantara hikmah-hikmah kesabaran, yaitu kesabaran
dapat melimpah-ruahkan pahala, kesabaran selalu melahirkan kebajikan, Kesabaran
dalam menghadapi cobaan merupakan kekuatan iman.
Salah seorang diantara kaum muslimin yang ditinggal
mati tiga orang anaknya, kemudian menghadapinya dengan tabah dan sabar, maka
dia tidak akan pernah disentuh siksa neraka. Dia hanya sekedar lewat di neraka
sebagai persyaratan masuk surga, namun sama sekali tidak merasakan panasnya
neraka. Dan itulah balasan terbaik bagi seorang muslim ataupun muslimah yang
sabar dan tabah menghadapi musibah yaitu surga.
3. Ridha
Dzun al-Nun al-Misri[1]
menjelaskan bahwa ridha adalah menerima ketentuan dengan kerelaan hati. Selanjutnya
dia menjelaskan tanda-tanda orang yang ridha adalah 1) Usaha sebelum terjadi
ketentuan, 2) Lenyapnya resah gelisah sesudah terjadi ketentuan, dan 3) Cinta
yang bergelora di saat terjadi mala petaka.
Pengertian ridha di atas merupakan perpaduan
antara sabar dan tawakkal, sehingga melahirkan sikap mental senang dan
tenang menerima segala situasi dan kondisi. Setiap yang terjadi disambut dengan
hati terbuka bahkan dengan rasa nikmat dan bahagia walaupun berupa bencana. Suka
dan duka diterima dengan gembira sebab diyakini apa pun yang datang adalah
ketentuan dari Allah.
Misalnya jika dikaitkan dengan sabar, maka ridha
merupakan sabar yang terbaik, sebab hakikat ridha adalah sabar dengan
tanpa protes dan mengeluh. Jika dihubungkan dengan tawakkal maka
keduanya dapat memelihara takdir Allah secara benar. Tawakkal
diposisikan sebelum terjadinya takdir, sedang ridha diposisikan sesudah
terjadinya takdir.
Ridha adalah selalu menerima
setiap kenyataan dari Allah dan ketentuanNya. Jika ditinggal mati oleh putra,
saudara, keluarga, atau kerabat, mereka akan pasrah dan rela.
Bakr Al-Mazni r.a berkata, “Ditinggal mati orang tua
adalah peristiwa biasa. Ditinggal mati saudara memecah dosa. Dan ditinggal mati
anak membuat hati retak tak tertambal.”
Ibn Abi Katsir r.a berkata, “Setelah kematian, tidak
ada guna berkeluh kesah. Sungguh, keluh kesah tidak akan mengembalikan yang
luput.”
4. Bersyukur
Syukur adalah menerima segala apa yang telah diberikan
oleh Allah, entah itu sedikit maupun banyak. Orang yang senantiasa mensyukuri
nikmat Allah, akan mendapatkan curahan nikmat yang lebih besar lagi.
Nikmat-nikmat Allah yang
diberikan kepadamu tak akan mampu kau jumlah dan kau hitung, apalagi kau
syukuri dengan sempurna. Orang yang fakir atau yang sakit parah seumpamanya mau
berpikir, niscaya ia bersyukur dengan menjalani kesabaran bagaimanapun
beratnya.
Rasa syukur secara maksimal dapat engkau
tunjukkan dengan ketaatanmu kepada Allah SWT atas setiap nikmat yang diberikan
kepadamu. Jika engkau tidak mentaati Allah dengan nikmat-nikmat itu, maka
engkau telah meninggalkan syukur nikmat. Sesungguhnya memperbanyak pujian dan
syukur pada Allah atas kelapangan dan kebahagiaan yang diberikan padanya
merupakan alat pendekatan diri kita kepada-Nya dan penyebab tercurahnya
pertolongan dari-Nya.
Basyar Al-Hafi r.a berkata, “Barangsiapa bersyukur
kepada Allah hanya dengan lisan, tanpa
syukur anggota tubuh lainnya, sungguh syukurnya sangat sedikit. Syukur
penglihatan, jika melihat sesuatu yang baik, adalah menjaganya; sedangkan jika
melihat yang buruk, adalah menutupnya. Syukur pendengaran, jika mendengar
kebaikan, adalah menjaganya; jika mendengar keburukan, adalah mengabaikannya.
Syukur kedua belah tangan, adalah hanya mengambil atau member yang hak. Syukur
perut adalah memenuhinya dengan ilmu dan sikap santun. Syukur kemaluan adalah
hanya mempergunakannya untuk sesuatu yang boleh. Syukur dua kaki, adalah hanya
berjalan untuk kemaslahatan. Barangsiapa sudah bisa memenuhinya, berarti ia
benar-benar termasuk orang yang bersyukur.”
5. Tasamuh/Toleransi
Tasamuh/Toleransi berarti
sikap tenggang rasa, saling menghormati, saling menghargai sesama manusia.
Untuk dapat memiliki sikap tasamuh dalam
kehidupan, perlu memperhatikan beberapa hal berikut, Berusaha untuk menghormati
orang lain sebagaimana dirinya ingin dihormati. Berusaha mengahargai kelebihan
yang dimiliki orang lain, walaupun dirinya sendiri juga memiliki kelebihan. Tidak
selalu melihat kekurangan orang lain tanpa mengingat kekurangan diri sendiri.
Dampak positif dengan adanya sikap tasamuh,
diantaranya, Memuaskan batin orang lain karena dapat mengambil hak sebagaimana
mestinya. Kepuasan batin yang tercermin
dalam raut wajahnya menjadikan semakin erat hubungan persaudaraan orang lain
dengan dirinya. Eratnya hubungan baik dengan orang lain dapat memperlancar
terwujudnya kerja sama yang baik dalam kehidupan bermasyarakat. Dapat
memperluas kesempatan untuk memperoleh rizki karena banyak relasi.
6. Wara’
Wara’ yaitu menjauhkan diri
dari dosa, maksiat dan syubhat (perkara yang tidak diketahui halal dan
haramnya). Wara’ merupakan senjata sakti penjunjung agama. Wara’ inilah
yang menjadi ciri ulama yang mengamalkan ilmunya.
Wara’ adalah selalu
berusaha menutupi aib sesama muslim, dan senantiasa melakukan intropeksi
diri dalam kehati-hatian. Dalam setiap ucapan dan perbuatan sangat berhati-hati
serta penuh pertimbangan. Hakikat wara’ adalah menyelamatkan diri dari
perkara yang syubhat, serta intropeksi diri disertai rasa
kekhawatiran terhadap bahaya. Apabila tidak memiliki sikap seperti itu,
seseorang tidak dianggap wara’.
Ibrahim ibn Adham[2]
berpendapat bahwa wara’ adalah meninggalkan segala yang masih diragukan
dan meninggalkan kemaksiatan.
7. Tawakkal
Secara umum pengertian tawakkal (Masyharuddin,
2007 : 234) adalah pasrah dan mempercayakan secara bulat kepada Allah setelah
seseorang membuat rencana dan melakukan usaha atau ikhtiar. Karena nasib
apa pun yang diterima pada hakikatnya adalah karunia dari Allah.
Syarat-syarat tawakal ialah : Tidak bermaksiat,
menjauhi segala larangan Allah SWT dan menjalankan setiap perintah-Nya dengan
bersandar, memohon pertolongan dan selalu pasrah kepada-Nya, tidak menodai
kesucian tawakalnya dengan urusan-urusan keduniaan dengan hanya berserah
diri kepada-Nya.
Dan, menyerahkan diri kepada Allah (tawakal)
tidak berarti bertentangan dengan ikhtiar (usaha), bahkan ikhtiar itu
dipandang suatu keharusan. Sebab, kita diperintahkan untuk berikhtiar terhadap
sesuatu yang telah ditakdirkan kepada kita dan bertawakal kepada Allah
dalam suatu yang kita tidak di takdirkan kepadanya.
Seorang mukmin ketika berikhtiar maka
sesungguhnya hatinya cenderung kepada ikhtiar itu, tetapi ia tidak
menggantungkan diri semata kepada ikhtiar tersebut. Oleh karena itu, diantara
hikmah bertawakal kepada Allah, ialah menyebabkan hati tenang dan
tentram. Sebab, seorang yang bertawakal kepada Allah selalu menyadari
bahwa ia hanya sekedar melakukan apa yang telah ditakdirkan kepadanya, sementara
ia menyerahkan diri kepada Allah dalam urusan yang tidak ditakdirkan kepadanya.
Tanda-tanda orang yang memiliki ketawakalan murni
(Sayyid Abdullah bin Alwi Ahaddad, 2007 : 223). Pertama, tidak berharap
dan tidak takut kepada sesuatu selain Allah, berani menyampaikan kebenaran di
hadapan orang yang diharapkan kebaikannya dan ditakuti kejahatannya, yaitu para
penguasa dan raja.
Kedua, tidak terlalu
mementingkan masalah rizki karena ia yakin bahwa kesemuanya adalah tanggungan
Allah. Walaupun kebutuhannya tak terpenuhi, tetapi jiwanya tetap tenang
seolah-olah segalanya telah terpenuhi. Ketiga, hatinya tak pernah merasa
takut dan gentar karena ia yakin bahwa segala sesuatu yang tidak ditakdirkan
untuknya pasti tak akan mengenainya, begitu juga sebaliknya.
8. Qana’ah (Menerima Apa
Adanya)
Qana’ah adalah sikap menerima dengan rela dan merasa
cukup dengan apa yang diberikan Allah kepadanya. Orang yang bersifat qana’ah
selalu giat bekerja dan berusaha, namun apabila usahanya tidak berhasil tidak
merasa kecewa atau putus asa, karena punya pendirian bahwa apa yang diperoleh
semua merupakan ketentuan Allah SWT, yang harus diterima dengan lapang dada dan
rasa syukur.
Qana’ah ialah hatinya selalu tenang begitu pula
jiwanya selalu tentram. Ia tidak akan berkompetisi (berlomba-lomba) atau
bermusuhan dengan orang lain gara-gara urusan dunia.
Diantara hikmah qana’ah dan kaya hati bagi orang yang
beriman, ialah tidak memandang kepada orang yang diberi kelebihan Allah dalam
hal kemewahan dunia. Juga termasuk hikmah qana’ah ialah timbul rasa tidak
senang terhadap kemewahan dunai. Oleh karena itu, seorang mungkin senantiasa
membersihkan hatinya dari gila dunia. Sehingga ia tidak senang sekiranya ia
menerima kemewahan dunia itu pupus darinya.
9. Tawadhu’ (Rendah hati)
Kata tawadhu’ berasal dari kata wa-dha-‘a yang
berarti merendahkan. Ia berarti, sifat merendahkan diri atau menempatkan
dirinya pada posisi yang lebih rendah dari yang semestinya dimiliki. Dan hanya
orang yang tawadhu’ sajalah yang akan meraih penghormatan dari sesama
manusia, serta mendapatkan keridhaan dari Tuhannya.
Apabila di antara umat manusia saling mengembangkan
sikap merendahkan diri, tentu keadaan dunia ini akan menjadi aman, tentram, dan
penuh kebahagiaan. Sebab tidak akan ada lagi orang yang menzhalimi orang lain,
dan tidak akan ada lagi orang yang sombong, membanggakan diri, dan semena-mena
terhadap orang lain.
Seorang mukmin selalu berusaha mematahkan dan mengubur
habis-habisan segala kesenangan hawa nafsunya yang bersifat duniawi. Untuk itu
ia tidak lagi memandang dirinya memiliki kemuliaan dan kedudukan tinggi di sisi
orang banyak. Oleh sebab itu ia tidak canggung-canggung bergaul dengan
orang-orang yang lemah dan orang-orang miskin. Ia juga selalu menghadiri
undangan, apapun kedudukan orang yang mengundangnya.
Pada hakikatnya (Aba Firdaus al Halwani, 2003 : 46) tawadhu’ tidak akan mengantarkan seseorang
menjadi rendah dan terhina, justru akan mengantarkan dirinya menjadi orang
mulia lagi terhormat. Karena itu, milikilah sifat dan sikap tawadhu’, hingga
kebahagiaan, kemuliaan, dan keterhormatan bisa diraih secara sempurna.
10. Bekerja Keras
Bekerja keras (Aba Firdaus al Halwani, 2003 : 72)
adalah bagian dari akhlak karimah yang harus dimiliki oleh setiap muslim. Sebab
hanya dengan kerja keraslah keberhasilan akan senantiasa berpihak kepada kita,
dan rizki yang halal senantiasa akan berada di depan mata.
Rasulullah secara tegas telah menegaskan, bahwa para
utusan Allah yang mulia itu tetap bekerja dalam rangka mencari rizki yang
halal. Karena itu, setiap muslim harus bekerja dengan sungguh-sungguh, tidak
boleh bertopang dagu bermalas-malasan. Apalagi hanya mengharapkan uluran tangan
orang lain. Yang demikian sangatlah tercela, hingga setiap muslim harus selalu
menghindari dan menjauhinya.
Rizki yang halal hanya dapat diraih dengan cara-cara
yang halal pula. Pada hakikatnya orang yang senantiasa menjalankan perintah
agama akan selalu mendapatkan kesempurnaan rizki. Hanya saja seringkali rizki
tidak diberikan begitu saja. Harus diraih dengan usaha dan kerja keras. Karena
itu, apabila datangnya rizki terlambat, maka seorang muslim tidak boleh
berputus asa dan harus bersabar.
Bekerja keras untuk mendapatkan rizki yang kemudian
digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarga adalah perbuatan yang sangat
terpuji. Karena itu, Rasulullah mensejajarkan orang yang bekerja keras dengan
orang yang berjihad di jalan Allah. Sebab orang yang bekerja keras untuk
mendapatkan rizki halal adalah sedang berjihad di jalan Allah dalam rangka
menegakkan kebutuhan keluarga.
11. Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Seorang mukmin selalu menyadari bahwa menyuruh kepada
kema’rufan dan mencegah kemunkaran merupakan suatu kewajiban bagi setiap
muslim, sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Begitu pula ia menyadari
bahwa orang yang meninggalkan kewajiban tersebut, dia akan terancam oleh
siksaan yang keras dari Allah.
Hendaklah engkau selalu beramar ma’ruf nahi munkar,
yaitu memerintah ke arah kebaikan dan mencegah diri dari kemunkaran. Karena hal
itu merupakan sendi pokok agama dan karena itu pula Allah menurunkan dan
mengutus para rasul-Nya.
Wajib bagimu ketika melihat seseorang yang
meninggalkan kebajikan dan mengerjakan kemungkaran untuk memberinya nasihat dan
ancaman. Jika ia tidak mendengarnya, maka paksa dan pukullah dia serta
hancurkan alat-alat yang ia gunakan untuk berbuat kemungkaran seperti
botol-botol minuman keras serta kembalikanlah harta dan barang yang telah ia
rampas kepada pemiliknya yang sah.
12. Dermawan
Bersikap dermawan dan murah hati adalah bagian dari
akhlak karimah yang seharusnya dimiliki oleh setiap muslim. Bagi orang yang
dermawan, Allah akan melipat gandakan pahala baginya. Akan dilipat gandakan
sampai tujuh ratus kali, bahkan sampai tidak terbatas. Karena itu, sikap
dermawan harus dimiliki oleh setiap muslim, agar dapat meraih pahala
sebanyak-banyaknya di sisi Allah.
Dermawan adalah mengorbankan harta dan toleran
terhadap sesama manusia. Surga adalah rumah para dermawan, dan neraka adalah
rumah orang-orang kikir. Harta yang dibuang untuk agama dan hanya dengan tujuan
mencari ridha Allah, maka itulah harta milik yang sesungguhnya. Inilah
mengapa orang yang mudah memberi, bersedekah, atau berinfak sangat dicintai
Allah SWT, hingga para malaikat senantiasa mendoakannya agar ditambahkan harta
itu.
Kemurahan hati dan kedermawanan adalah dahan-dahan
pohon surga yang berada di bumi, yang akan mengantarkan seseorang menjadi
penghuni surga. Sebab manusia yang paling istimewa imannya adalah orang yang
paling ringan tangannya untuk memberi sedekah. Orang yang memiliki harta
kekayaan kemudian diinfakkan di jalan Allah, akan memperoleh keuntungan besar
pula. Sebab pada hakikatnya harta yang disedekahkan tidak akan pernah
berkurang, tetapi justru bertambah barakah dan manfaatnya.
Jika seorang hamba tidak mau menginfakkan sebagian
hartanya di jalan kebaikan yang telah diperintahkan Allah, karena ia tidak percaya
adanya ganti dan pelipatgandaan pahala yang dijanjikan Allah baginya, tentu
amalnya tidak akan bermanfaat, meskipun amalnya sampai sebesar gunung. Karena,
semua amal yang dilakukannya tidak berdasar. Sungguh, salah satu kesempurnaan
seorang mukmin adalah tidak menyalahi apapun yang diperintahkan Allah
kepadanya.
C. Hubungan Akhlak dengan
Tasawuf
Tasawuf merupakan salah satu fenomena dalam Islam yang
memusatkan perhatian pada pembersihan aspek rohani manusia, yang selanjutnya
menimbulkan akhlah mulia. Melalui tasawuf ini seseorang dapat mengetahui
tentang cara-cara melakukan pembersihan diri serta mengamalkan secara benar.
Karena pada dasarnya seseorang dapat mempelajari
tasawuf lebih mendalam itu harus di
dasari Akhlak. Akhlak yang baik, bersih dan suci merupakan pintu gerbang utama
untuk membuka jiwa tasawuf agar bisa menjadi tokoh sufi yang baik.
Pada hakikatnya tujuan tasawuf adalah (Masyharuddin,
2007 : 227) membina aspek moral dengan berbagai aktifitas yang lebih menekankan
upaya-upaya mewujudkan kestabilan jiwa yang berkeseimbangan, penguasaan, dan
pengendalian hawa nafsu sehingga memiliki komitmen dan konsistensi hanya kepada
keluhuran moral.
D. Cara Memperoleh Sifat
Terpuji
1. Bersungguh-sungguh /
Mujahadah dalam memperbaiki diri
2. Introspeksi / muhasabah
3. Merenungkan dampak
positif akhlak yang mulia
4. Memikirkan dampak buruk
akhlak yang jelek
5. Tidak putus asa dalam
memperbaiki diri
6. Memiliki kesabaran
dalam setiap menghadapi cobaan
7. Bersikap ramah dan
menjauhi bermuka masam
8. Mudah memaafkan dan
tidak mudah melampiaskan amarah
9. Tidak suka mencela
10.Saling menasihati agar
berakhlak baik
11.Senantiasa bersikap
lemah lembut dan tidak tergesa-gesa
12.Bersahabat dengan orang
baik-baik yang berakhlak mulia
E. Alasan Mengapa Setiap
Manusia Harus Memiliki Sifat Terpuji
Mengapa manusia harus memiliki sifat terpuji ? karena
sifat terpuji sangat dibutuhkan untuk bersosialisasi dengan manusia. Dalam pergaulan sehari – hari antara sesama
Manusia, tentu terdapat hubungan dalam kehidupan sehari-hari tersebut. Hubungan
yang berjalan dengan baik tentu ada aturan yang harus kita jalankan, bagi umat
Islam tata cara bergaul tersebut telah diatur dalam Al-Qur’an dan sunnah
Rasulllah SAW yang sering kita sebut dengan Sifat terpuji atau akhlak terpuji.
Sebagai orang islam dan sebagai hamba Allah Yang Maha Kuasa, akhlak terpuji merupakan salah satu hal mutlak yang harus dimiliki dan diaplikasikan oleh muslim jika ia benar-benar mengaku sebagai hamba Allah. Akhlak terpuji akan membawa kepada kebajikan. Sebanarnya di dunia ini tidak ada orang yang jahat, hanya keadaan saja yang membuatnya menjadi orang jahat. Hal itu menandakan bahwa sebenarnya manusia sebagai hamba Allah telah dikaruniai potensi untuk berakhlak terpuji.
Sebagai orang islam dan sebagai hamba Allah Yang Maha Kuasa, akhlak terpuji merupakan salah satu hal mutlak yang harus dimiliki dan diaplikasikan oleh muslim jika ia benar-benar mengaku sebagai hamba Allah. Akhlak terpuji akan membawa kepada kebajikan. Sebanarnya di dunia ini tidak ada orang yang jahat, hanya keadaan saja yang membuatnya menjadi orang jahat. Hal itu menandakan bahwa sebenarnya manusia sebagai hamba Allah telah dikaruniai potensi untuk berakhlak terpuji.
F.
Manfaat Sifat Terpuji
1.
Memperoleh keridhoan Allah SWT
2.
Terhindar dari perbuatan dosa
3.
Mendapatkan kepuasan hidup
4.
Sarana penyelesaian masalah hidup
5.
Memperoleh kebahagiaan hidup dunia dan akhirat
6.
Menciptakan prasangka baik
7.
Tidak mudah putus asa
8.
Menjadikan dirinya tenang, aman, dan tidak merasa
takut pada siapa pun kecuali Allah SWT
9.
Dapat meningkatkan rasa syukur atas nikmat yang telah
Allah berikan padanya
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pengertian Akhlak Terpuj
adalah akhlak yang dibangun
pertama-tama oleh hati yang tulus mencari ridha Allah, baru setelah itu diikuti
dengan perilaku terpuji, yang sesuai dengan anjuran islam.
Macam – Macam Akhlak Terpuji:
1. Jujur
2. Sabar
3. Ridha
4. Bersyukur
5. Tasamuh/Toleransi
6. Wara’
7. Tawakkal
8. Qana’ah (Menerima Apa
Adanya)
9. Tawadhu’ (Rendah hati)
10.Bekerja Keras
11.Amar Ma’ruf Nahi Munkar
12.Dermawan
Hubungan Akhlak dengan Tasawuf, merupakan salah satu
fenomena dalam Islam yang memusatkan perhatian pada pembersihan rohani manusia,
yang selanjutnya menimbulkan akhlak mulia. Karna pada dasarnya seseorang dapat
mempelajari tasawuf lebih mendalam itu
harus di dasari Akhlak. Pada hakikatnya tujuan tasawuf adalah membina aspek
moral dengan berbagai aktifitas yang lebih menekankan kestabilan jiwa dan
kepada keluhuran moral.
DAFTAR
PUSTAKA
Asy-Sya’rani, Syaikh
Abdul Wahhab, Peringatan Bagi Mereka yang Terperdaya, (Bandung : Pustaka
Hidayah, 2004), cet. 1.
Al-Hilali, Abdul Majid,
Rahasia Datangnya Pertolongan Allah, (Yogyakarta : Pustaka Suara Muhammadiyah,
1997), cet. 1.
Masyharuddin, Pemberontakan
Tasawuf (Kritik Ibn Taimiyyah atas Rancang Bangun Tasawuf), (Surabaya : JP
Books bekerja sama dengan Stain Press Kudus, 2007), cet. 1.
Ahmadi, Wahid, Risalah
Akhlak (Panduan Perilaku Muslim Modern), (Solo : Era Intermedia, 2004),
cet. 1.
Firdaus, Aba al
Halwani, Membangun Akhlak Mulia (dalam Bingkai al-Qur’an dan as-Sunnah), (Yogyakarta
: Al-Manar, 2003), cet. 1.
Abdullah, Sayyid bin
Alwi Al-Haddad, Risalatul Mu’awanah (Menggapai Esensi Menuju Makrifatullah),
(Surabaya : Mutiara Ilmu, 2007), cet. 2.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar