MAKALAH
MUNAHAKAT 1
(PERNIKAHAN DAN PINANGAN)
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Hadits Ahkami
Dosen Pengampu Mufatihatut Taubah, S.Ag., M.Pd.I

Kelompok 10 :
1. Anis
Maghfiroh (1410110041)
2. Irfania Nur
Dianti (1410110044)
3. Sya’idatur
rohmah (1410110076)

SEKOLAH TINGGI AGAMA IISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
TAHUN 2015
A. PENDAHULUAN
Allah menciptakan hamba-Nya hidup
berpasangan dengan jalan perkawinan yang sah menurut agama islam. Dengan
pernikahan seorang laki-laki dan perempuan dapat mengikat hubungan percintaan
secara baik, penuh barakah, dan berasa tentram hidupnya. Tuhan tidak mau
menjadikan manusianya hidup bebas
dan berhubungan antara laki-laki dan perempuan tanpa
adanya suatu aturan. Oleh karena itu, untuk menjaga kehormatan dan kemuliaan
manusia, Allah wujudkan hukum yang sesuai dengan martabatnya. Sehingga hubungan
antara laki-laki dan perempuan diatur secara terhormat dan berdasarkan saling
meridhai, dengan upacara ijab qabul sebagai lambang dari adanya rasa
saling meridhai serta dihadiri oleh para saksi yang menyaksikan bahwa kedua
pasangan tersebut telah saling terikat.
Islam
memperingatkan bahwa dengan menikah, Allah akan memberikan kepadanya jalan kecukupan,
menghilangkan kesulitan-kesulitannya dan memberikan kekuatan untuk mengatasi
kemiskinannya. Islam juga memberikan tuntunan kepada umatnya.
Istri merupakan tempat penenang bagi suaminya. Juga tempat menyemaikan
benihnya, teman hidupnya, pengatur rumah tangganya, ibu dari anak-anaknya,
tambatan hatinya, tempat menumpahkan rahasianya. Oleh karena
itu, Islam menganjurkan agar memilih istri yang sholihah dan menyatakannya
sebagai perhiasan terbaik yang sepatutnya dicari dan diusahakan untuk
mendapatkannya dengan sungguh-sungguh.
Berdasarkan apa yang terurai di atas, dalam makalah ini
penulis mencoba memberikan penjelasan betapa Islam melalui hadits-hadits nabi, menganjurkan melakukan pernikahan dan
memberikan tuntunan dalam memilih calon isteri. Dalam makalah
ini, penulis akan mencantumkan beberapa hadits pokok, yaitu hadits tentang
nikah sebagai sunnah nabi, hadits tentang anjuran nikah, syarat dan rukun pernikahan, siapa saja yang boleh dan tidak boleh dipinang,
siapa saja yang boleh dan tidak boleh dinikah, apa mahar itu, bagaimana hukum
nikah itu, pernikahan apa saja yang dilarang.
B. RUMUSAN
MASALAH
1. Bagaimana hadits tentang perintah menikah ?
2. Bagaimana asbabul wurud dan takhrij
haditsnya ?
3. Bagaimana hadits pernikahan yang sah ? apa
saja rukunnya ?
4. Bagaimana hadits tentang pilihan wanita
yang akan dinikah ?
5. Bagaimana hadits cara meminang yang baik ?
6. Apa yang disebut dengan mahar ?
7. Siapa saja wanita yang haram dinikah ?
C. PEMBAHASAN
1. Perintah
Nikah[1]
a. Hadits dan Terjemah
عَنْ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ رضي الله عنه قَالَ لَنَا
رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( يَا مَعْشَرَ اَلشَّبَابِ ! مَنِ
اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ اَلْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ , فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ
, وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ , وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ ;
فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Artinya : “Abdullah bin Mas'ud r.a berkata : Rasulullah SAW bersabda pada kami: "Wahai generasi muda, barangsiapa di
antara kamu telah mampu berkeluarga hendaknya ia kawin, karena ia dapat
menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Barangsiapa belum mampu
hendaknya berpuasa, sebab ia dapat mengendalikanmu." Muttafaq Alaihi.
b. Takhrij Hadits
Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim (Kitab
Nikah, Hadits No. 993 dalam Kitab Bulughul Marom).
c. Analisa dan Pembahasan
Hadits ini menganjurkan kepada setiap orang
supaya menikah, karena dengan pernikahan itu ada beberapa hal yang dapat
memelihara dirinya dari perbuatan zina. Dengan pernikahan seseorang dapat
menjaga pandangannya dari hal-hal yang terlarang, dan dapat menyalurkan
tuntutan biologisnya secara halal, sehingga memelihara dirinya dari perbuatan
zina. Adapun bagi seseorang yang belum mampu membiayai hidup berkeluarga, maka
Rosulullah SAW menganjurkan untuk puasa.[2] Puasa
yang dilakukan dengan ikhlas untuk mencari ridho Allah SWT, akan dapat mencegah
dorongan nafsu syahwat yang tidak baik, yakni nafsu untuk melakukan hubungan
biologis di luar pernikahan yang disahkan oleh islam.
2. Menikah
Merupakan Sunnah Rasul
a. Hadits dan Artinya
وَعَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رضي الله عنه ( أَنَّ
اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم حَمِدَ اَللَّهَ , وَأَثْنَى عَلَيْهِ , وَقَالَ :
لَكِنِّي أَنَا أُصَلِّي وَأَنَامُ , وَأَصُومُ وَأُفْطِرُ , وَأَتَزَوَّجُ
اَلنِّسَاءَ , فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي ) مُتَّفَقٌ
عَلَيْهِ
Artinya
: Dari Anas bin Malik r.a bahwa Nabi Muhammad SAW setelah
memuji Allah dan menyanjung-Nya bersabda: "Tetapi aku sholat, tidur,
berpuasa, berbuka, dan mengawini perempuan. Barangsiapa membenci sunnahku, ia
tidak termasuk ummatku." Muttafaq Alaihi.
b.
Asbabul Wurud
Tiga orang laki-laki datang ke rumah istri
Rosulullah SAW. Untuk menanyakan masalah ibadah beliau. Ketika diceritakan
kepada mereka, mereka seakan-akan bertanya-tanya. Lalu mereka berkata, “dimana
posisi kami dibandingkan Rosulullah? Padahal beliau telah diampuni segala dosa
yang telah lampau.” Maka salah seorang diantara mereka berkata, “adapun saya
akan sholat malam terus menerus.” Orang kedua berkata, “saya akan berpuasa
sepanjang tahun dan tidak akan berbuka.” Orang ketiga berkata, “saya akan
menjauhi dan tidak akan menikah.” Maka Rosulullah datang kepada mereka, lalu
beliau bersabda, “kalian berkata begini dan begitu.” Demi Allah, Akulah yang
paling takut kepada Allah, tetapi aku sholat dan tidur.
c.
Takhrij Hadits
Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim
(Kitab Nikah, Hadits No. 994 dalam Kitab Bulughul Marom).
d.
Analisa dan Pembahasan
Allah telah menjadikan manusia
berpasang-pasangan, dengan tugas untuk melakukan upaya pengembangbiakan dan
berketurunan. Allah jadikan bumi untuk menjadi tempat pengembangbiakan manusia,
yang berarti bahwa manusia yang hidup di atas bumi bertanggung jawab untuk
melestarikan keturunan. Pernikahan merupakan Sunnah Rosulullah SAW. Menikah
adalah sunnah rosul, jadi barang siapa yang sudah menikah berarti sudah
mengikuti sunnah rosul.
Hukum pernikahan ada lima[3],
yaitu :
1)
Sunnah, yaitu bagi orang yang mampu menikah,
mampu mengendalikan perzinaan, dan mempunyai keinginan untuk menikah, tetapi
tidak segera menikah.
2)
Wajib, yaitu bagi orang yang mampu menikah dan
ia khawatir akan berbuat zina bila tidak segera menikah.
3)
Haram, bagi orang yang mempunyai niat tidak
baik atau akan menyakiti perempuan yang dinikahinya.
4)
Mubah, yaitu orang yang mempunyai kemampuan
untuk menikah, tetapi apabila tidak melakukannya tidak khawatir akan berbuat
zina. Dan apabila melakukannya juga tidak akan menelantarkan istri.
5)
Makruh, bagi orang yang mau menikah, tetapi
belum mampu memberi nafkah.
3. Sahnya Suatu
Perkawinan
a. Hadits dan artinya
وَعَنْ أَبِي بُرْدَةَ بْنِ أَبِي مُوسَى , عَنْ أَبِيهِ
قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم
( لَا نِكَاحَ إِلَّا بِوَلِيٍّ
) رَوَاهُ أَحْمَدُ وَالْأَرْبَعَةُ وَصَحَّحَهُ اِبْنُ اَلْمَدِينِيِّ ,
وَاَلتِّرْمِذِيُّ , وَابْنُ حِبَّانَ , وَأُعِلَّ بِالْإِرْسَالِ
Artinya : “Dari Abu Burdah bin Abu Musa, dari ayahnya r.a bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Tidak sah nikah kecuali dengan wali."
Riwayat Ahmad dan Imam Empat. Hadits shahih menurut Ibnu al-Madiny, Tirmidzi,
dan Ibnu Hibban. Sebagian menilainya hadits mursal.”
b. Takhrij Hadits
Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, Imam Empat (Kitab
Nikah, Hadits No. 1008 dalam Kitab Bulughul Marom).
c. Analisa dan Pembahasan
Nikah (bagi wanita) kecuali dengan adanya
wali. Dengan adanya wali merupakan rukun nikah. Sedangkan, rukun nikah adalah
unsur – unsur yang harus dipenuhi untuk dapat berlangsungnya suatu pernikahan.
Rukun nikah diantaranya :
1) Ada calon suami
2) Ada calon istri
3) Ada wali nikah
4) Ada 2 saksi
لاَنِكَاحَ إِلاَّ بِوَلِيٍّ وَشَاهِدَيْنِ
“Tidak sah nikah
kecuali dengan seorang wali dan dua orang saksi.”
5) Ada mahar
6) Ada ijab dan qabul
Wali dalam nikah dibagi menjadi 2 macam, yaitu :
1) Wali nasab, yaitu wali yang mempunyai
pertalian darah dengan mempelai wanita yang akan dinikahi. Adapun urutannya
adalah : Ayah kandung, Kakek, Saudara laki-laki sekandung, saudara laki-laki
seayah, anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung, anak laki-laki dari
saudara laki-laki seayah, saudara laki-laki ayah yang sekandung dengan ayah,
saudara laki-laki ayah yang seayah dengan ayah, anak laki-laki dari saudara
laki-laki ayah yang sekandung dengan ayah, anak laki-laki dari saudara
laki-laki ayah yang seayah dengan ayah.
2) Wali hakim, adalah kepala Negara yang
beragama islam. Wali hakim yang bertindak sebagai wali hakim apabila memenuhi
syarat diantaranya : wali nasab benar-benar tidak ada, wali yang lebih dekat
tidak memenuhi syarat dan wali yang jauh tidak ada, wali dekat bepergian jauh
dan tidak dapat member kuasa.
Adapun syarat – syarat untuk menjadi wali nikah dan 2
saksi yaitu:
1) Beragama silam
2) Laki-laki
3) Baligh dan berakal
4) Merdeka dan bukan hamba sahaya
5) Bersifat adil
6) Tidak sedang ihram haji atau umrah
4. Kriteria
Perempuan yang akan Dinikahi
a. Hadits dan artinya
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه عَنِ النَّبِيِّ
صلى الله عليه وسلم قَالَ : ( تُنْكَحُ اَلْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ : لِمَالِهَا ,
وَلِحَسَبِهَا , وَلِجَمَالِهَا , وَلِدِينِهَا , فَاظْفَرْ بِذَاتِ اَلدِّينِ
تَرِبَتْ يَدَاكَ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ مَعَ بَقِيَّةِ اَلسَّبْعَةِ
Artinya : “Dari Abu Hurairah r.a bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Perempuan itu dinikahi karena empat hal, yaitu:
harta, keturunan, kecantikan, dan agamanya. Dapatkanlah wanita yang taat
beragama, engkau akan berbahagia." Muttafaq Alaihi dan Imam Lima.”
b. Takhrij Hadits
Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhori Muslim dan Imam
Lima (Kitab Nikah, Hadits No. 997 dalam Kitab Bulughul Marom).
c. Analisa dan Pembahasan
Kriteria perempuan yang akan dinikahi dapat dilihat
dari 4 hal :
1) Karena hartanya
2) Karena keturunannya
3) Karena kecantikannya
4) Karena agamanya
Yang termasuk sifat-sifat perempuan yang baik, diantaranya :
1) Yang beragama dan memiliki budi pekerti
yang baik,
2) Keturunan orang yang subur (mempunyai
keturunan yang sehat),
3) Yang masih perawan.
5. Pinangan
a. Hadits dan Artinya
وَعَنْ جَابِرٍ رضي الله عنه قَالَ : قَالَ رَسُولُ
اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( إِذَا خَطَبَ أَحَدُكُمُ الْمَرْأَةَ , فَإِنْ
اِسْتَطَاعَ أَنْ يَنْظُرَ مِنْهَا مَا يَدْعُوهُ إِلَى نِكَاحِهَا , فَلْيَفْعَلْ
) رَوَاهُ أَحْمَدُ , وَأَبُو دَاوُدَ , وَرِجَالُهُ ثِقَاتٌ , وَصَحَّحَهُ
اَلْحَاكِمُ
Artinya : Dari Jabir r.a bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Apabila salah seorang di antara kamu melamar
perempuan, jika ia bisa memandang bagian tubuhnya yang menarik untuk dinikahi,
hendaknya ia lakukan." Riwayat Ahmad dan Abu Daud dengan perawi-perawi
yang dapat dipercaya. Hadits shahih menurut Hakim
b. Takhrij Hadits
Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, dan Abu Daud
(Kitab Nikah, Hadits No. 1000 dalam Kitab Bulughul Marom).
c. Analisa dan Pembahasan
Meminang artinya menyatakan permintaan
untuk menikah dari seorang laki-laki kepada seorang perempuan atau sebaliknya
dengan perantaraan seseorang yang dipercayai. Meminang dengan cara tersebut
diperbolehkan dalam agama islam terhadap gadis atau janda yang telah habis
iddahnya. Laki-laki disunnahkan meminang wanita yang hendak dinikahi dengan
melihat wajah dan kedua telapak tangannya.[4]
لَا تُنْكَحُ اَلْأَيِّمُ حَتَّى تُسْتَأْمَرَ, وَلَا
تُنْكَحُ اَلْبِكْرُ حَتَّى تُسْـتَأْذَنَ قَالُوا : يَا رَسُولَ اَللَّهِ ,
وَكَيْفَ إِذْنُهَا ? قَالَ : أَنْ تَسْكُتَ
Artinya : “Seorang janda tidak boleh dinikahkan kecuali setelah
diajak berembuk dan seorang gadis tidak boleh dinikahkan kecuali setelah
diminta izinnya." Mereka bertanya: Wahai Rasulullah, bagaimana izinnya?
Beliau bersabda: "Ia diam”.”
6. Mahar
a. Hadits dan Artinya
وَلِأَبِي دَاوُدَ : عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ : ( مَا تَحْفَظُ ?
قَالَ : سُورَةَ اَلْبَقَرَةِ , وَاَلَّتِي تَلِيهَا. قَالَ : قُمْ
فَعَلِّمْهَا عِشْرِينَ آيَةً )
Artinya
: Menurut riwayat Abu Dawud dari Abu Hurairah r.a beliau
bersabda: "Surat apa yang engkau hafal?". Ia menjawab: Surat
al-Baqarah dan sesudahnya. Beliau bersabda: "Berdirilah dan ajarkanlah ia
dua puluh ayat."
b. Takhrij Hadits
Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Abu
Hurairah (Kitab Nikah, Hadits No. 1006 dalam Kitab Bulughul Marom).
c. Analisa dan Pembahasan
Jika melangsungkan pernikahan, suami
diwajibkan memberi sesuatu kepada istri, baik berupa uang ataupun barang (harta
benda). Pemberian inilah yang dinamakan mahar. Boleh memerdekakan budak
menjadi mas kawin. Mas kawin (mahar) boleh sesuatu yang sangat sederhana,
karena ketidakmampuan calon suami. Mahar bisa berupa sesuatu yang bermanfaat
(jasa), seperti mengajarkan Al-Qur’an kepada calon istrinya. Mahar boleh juga
dalam bentuk emas.
Pemberian mahar wajib atas laki-laki,
tetapi tidak menjadi rukun nikah. Apabila tidak disebutkan pada waktu akad,
pernikahan itu tetap sah. Istri berhak mempertahankan dirinya (tidak
tergesa-gesa menyerahkan dirinya) kepada suami apabila mahar belum dibayar oleh
suaminya.[5]
7. Wanita –
Wanita yang Dilarang Dinikahi
a. Hadits dan Artinya
وَعَنِ ابْنِ عُمَرَ - رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا- قَالَ : قَالَ
رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( لَا يَخْطُبْ بَعْضُكُمْ عَلَى خِطْبَةِ
أَخِيهِ , حَتَّى يَتْرُكَ اَلْخَاطِبُ قَبْلَهُ , أَوْ يَأْذَنَ لَهُ اَلْخَاطِبُ
) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ , وَاللَّفْظُ لِلْبُخَارِيِّ
Artinya
: Dari Ibnu Umar r.a bahwa Rasulullah SAW bersabda:
"Janganlah seseorang di antara kamu melamar seseorang yang sedang dilamar saudaranya,
hingga pelamar pertama meninggalkan atau mengizinkannya." Muttafaq Alaihi
dan lafadznya menurut Bukhari.
b. Takhrij Hadits
Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim (Kitab
Nikah, Hadits No. 1004 dalam Kitab Bulughul Marom).
c. Analisa dan Pembahasan
Yang menggugurkan pinangan diantaranya :
1) Wanita itu tidak dalam perkawinan dengan
laki-laki lain
2) Wanita itu tidak dalam masa iddah
3) Wanita itu tidak dalam pinangan orang lain
4) Wanita itu jelas bukan mahramnya
Penyebab wanita haram dinikahi ada 4[6],
yaitu :
1) Karena keturunan
a) Ibu kandung dan seterusnya ke atas (ibunya
ibu, ibunya bapak).
b) Anak perempuan kandung dan seterusnya ke
bawah (cucu, cicit).
c) Saudara perempuan seibu bapak, sebapak,
atau seibu saja.
d) Saudara perempuan dari bapak
e) Saudara perempuan dari ibu
f) Anak perempuan dari saudara laki-laki dan
seterusnya.
g) Anak perempuan dari saudara perempuan dan
seterusnya.
2) Karena hubungan sesusuan
a) Ibu yang menyusui
b) Saudara perempuan sesusuan
3) Karena hubungan perkawinan
a) Ibu dari istri (mertua)
b) Anak tiri (anak istri dengan suami lain),
bila suami sudah berkumpul dengan ibunya.
c) Ibu tiri (istri bapak), baik sudah dicerai
atau belum.
d) Menantu (istri dari anak laki-laki), baik
sudah dicerai atau belum.
Pernikahan yang terlarang
1) Nikah Mut’ah
Yaitu pernikahan yang diniatkan dan diakadkan untuk
semetara waktu saja, misalnya seminggu, sebulan, atau dua bulan.
نَهى عَنْ مُتْعَةِ النِّسَاءِ
وَعَنْ أَكْلِ الْحُمُرِ اْلأَهْلِيَّةِ يَوْمَ خَيْبَرَ
Artinya
: “Rasulullah SAW
melarang menikahi perempuan dengan mut'ah dan memakan keledai negeri pada waktu
perang khaibar.”
2) Nikah Syigar
Yaitu apabila seorang laki-laki menikahkan anaknya
dengan tujuan agar seorang laki-laki lain anak perempuannya kepada laki-laki
pertama tanpa adanya mahar (pertukaran anak perempuan).
3) Nikah Muhallil
Yaitu pernikahan yang dilakukan oleh seorang laki-laki
terhadap seorang perempuan yang telah di talak ba’in, dengan maksud pernikahan
tersebut membuka jalan bagi bekas suami (pertama) untuk nikah kembali dengan
bekas istri tersebut, setelah cerai dan habis masa iddahnya.
لَعَنَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم
اَلْمُحَلِّلَ وَالْمُحَلَّلَ لَهُ
Artinya : “Rasulullah SAW melaknat muhallil (laki-laki yang menikahi seorang perempuan
dengan tujuan agar perempuan itu dibolehkan menikah kembali dengan suaminya)
dan muhallal lah (laki-laki yang menyuruh muhallil untuk menikahi bekas
istrinya agar istri tersebut dibolehkan untuk dinikahinya lagi.”
D. KESIMPULAN
Menikah adalah perintah agama. Allah
menganjurkan untuk menikah, karena dengan adanya menikah akan melahirkan
keturunan yang baik dan sah. Dan tidak akan terjerumus ke lubang dosa yang
bernama zina. Menikah merupakan sunnah rosul, jadi barang siapa yang tidak
ingin menikah maka mereka bukan termasuk Sunnah Nabi Muhammad SAW.
Pernikahan tersebut dikatakan sah jika ada
calon suami, calon istri, wali, dua orang saksi, mahar, dan ijab qabul, yang
juga disebut dengan rukun nikah.
Sebelum diadakan pernikahan, sebaiknya
meminang terlebih dahulu. Yaitu menyatakan permintaan untuk menikah dari
seorang laki-laki kepada seorang perempuan. Menurut hadits, Perempuan itu dinikahi karena empat hal, yaitu: harta, keturunan,
kecantikan, dan agamanya. Yang termasuk sifat-sifat perempuan yang baik, diantaranya : Yang
beragama dan memiliki budi pekerti yang baik, Keturunan orang yang subur
(mempunyai keturunan yang sehat), yang masih perawan.
Jika melangsungkan pernikahan, suami
diwajibkan memberi sesuatu kepada istri, baik berupa uang ataupun barang (harta
benda). Pemberian inilah yang dinamakan mahar. Pemberian mahar wajib
atas laki-laki, tetapi tidak menjadi rukun nikah. Apabila tidak disebutkan pada
waktu akad, pernikahan itu tetap sah.
Yang menggugurkan pinangan diantaranya : Wanita
itu tidak dalam perkawinan dengan laki-laki lain,Wanita itu tidak dalam masa
iddah, Wanita itu tidak dalam pinangan orang lain, Wanita itu jelas bukan
mahramnya.
Wanita – wanita yang dilarang dinikahi
disebabkan karena keturunan, hubungan sesusuan, hubungan perkawinan. Sedangkan
pernikahan yang dilarang diantaranya nikah mut’ah, nikah shigar, nikah
muhallil.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Hafidh Imam Ibnu Hajar Al-Asqalany, Bulughul Maram Min Adillatil
Ahkam, (Pustaka Al-Hidayah, 2008), bab nikah.
Mardani, Hadis Ahkam, (Jakarta : PT
Raja Grafindo Persada, 2012), cet 1.
Rosyid, Sulaiman, Fiqih Islam (Hukum Lengkap Fiqih), (Jakarta :
Sinar Baru Algensindo, 2005), cet 38.
Ramulyo, Idris, Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta : PT Bumi Aksara,
)
Muljianto, Alya, Suparmin, LKS Pendidikan Agama Islam (Bab Munakahat),
(Surakarta : Suara Media Sejahtera), cet.4.
Daradjat, Zakia, Ilmu Fiqih jilid II, (Yogyakarta : Dana Bhakti
Wakaf, 1995), cet. II.
Hasan, M. Ali, Masail Fiqhiyah Al – Haditsah : pada Masalah – Masalah
Kontemporer Hukum Islam, (Jakarta :
PT Raja Grafindo Persada, 1997), Ed. 1, cet. 2.
[1] Al-Hafidh Imam Ibnu Hajar
Al-Asqalany, Bulughul Maram Min Adillatil Ahkam, Pustaka Al-Hidayah,
2008, bab nikah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar