Selasa, 24 Maret 2015

MUNAHAKAT 1 (PERNIKAHAN DAN PINANGAN)



MAKALAH
MUNAHAKAT 1
(PERNIKAHAN DAN PINANGAN)
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Hadits Ahkami
Dosen Pengampu Mufatihatut Taubah, S.Ag., M.Pd.I


logo_STAIN_bening.jpg


Kelompok 10 :
1.   Anis Maghfiroh                      (1410110041)
2.   Irfania Nur Dianti                 (1410110044)
3.   Sya’idatur rohmah                (1410110076)
 

SEKOLAH TINGGI AGAMA IISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
TAHUN 2015
A.  PENDAHULUAN
Allah menciptakan hamba-Nya hidup berpasangan dengan jalan perkawinan yang sah menurut agama islam. Dengan pernikahan seorang laki-laki dan perempuan dapat mengikat hubungan percintaan secara baik, penuh barakah, dan berasa tentram hidupnya. Tuhan tidak mau menjadikan manusianya hidup bebas dan berhubungan antara laki-laki dan perempuan tanpa adanya suatu aturan. Oleh karena itu, untuk menjaga kehormatan dan kemuliaan manusia, Allah wujudkan hukum yang sesuai dengan martabatnya. Sehingga hubungan antara laki-laki dan perempuan diatur secara terhormat dan berdasarkan saling meridhai, dengan upacara ijab qabul sebagai lambang dari adanya rasa saling meridhai serta dihadiri oleh para saksi yang menyaksikan bahwa kedua pasangan tersebut telah saling terikat.
Islam memperingatkan bahwa dengan menikah, Allah akan memberikan kepadanya jalan kecukupan, menghilangkan kesulitan-kesulitannya dan memberikan kekuatan untuk mengatasi kemiskinannya. Islam juga memberikan tuntunan kepada umatnya. Istri merupakan tempat penenang bagi suaminya. Juga tempat menyemaikan benihnya, teman hidupnya, pengatur rumah tangganya, ibu dari anak-anaknya, tambatan hatinya, tempat menumpahkan rahasianya. Oleh karena itu, Islam menganjurkan agar memilih istri yang sholihah dan menyatakannya sebagai perhiasan terbaik yang sepatutnya dicari dan diusahakan untuk mendapatkannya dengan sungguh-sungguh.
Berdasarkan apa yang terurai di atas, dalam makalah ini penulis mencoba memberikan penjelasan betapa Islam melalui hadits-hadits nabi, menganjurkan melakukan pernikahan dan memberikan tuntunan dalam memilih calon isteri. Dalam makalah ini, penulis akan mencantumkan beberapa hadits pokok, yaitu hadits tentang nikah sebagai sunnah nabi, hadits tentang anjuran nikah, syarat dan rukun pernikahan, siapa saja yang boleh dan tidak boleh dipinang, siapa saja yang boleh dan tidak boleh dinikah, apa mahar itu, bagaimana hukum nikah itu, pernikahan apa saja yang dilarang.
B.  RUMUSAN MASALAH
1.    Bagaimana hadits tentang perintah menikah ?
2.    Bagaimana asbabul wurud dan takhrij haditsnya ?
3.    Bagaimana hadits pernikahan yang sah ? apa saja rukunnya ?
4.    Bagaimana hadits tentang pilihan wanita yang akan dinikah ?
5.    Bagaimana hadits cara meminang yang baik ?
6.    Apa yang disebut dengan mahar ?
7.    Siapa saja wanita yang haram dinikah ?

C.  PEMBAHASAN
1.    Perintah Nikah[1]
a.    Hadits dan Terjemah
عَنْ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ رضي الله عنه قَالَ لَنَا رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( يَا مَعْشَرَ اَلشَّبَابِ ! مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ اَلْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ , فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ , وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ , وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ ; فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Artinya : “Abdullah bin Mas'ud r.a berkata : Rasulullah SAW bersabda pada kami: "Wahai generasi muda, barangsiapa di antara kamu telah mampu berkeluarga hendaknya ia kawin, karena ia dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Barangsiapa belum mampu hendaknya berpuasa, sebab ia dapat mengendalikanmu." Muttafaq Alaihi.

b.    Takhrij Hadits
Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim (Kitab Nikah, Hadits No. 993 dalam Kitab Bulughul Marom).

c.    Analisa dan Pembahasan
Hadits ini menganjurkan kepada setiap orang supaya menikah, karena dengan pernikahan itu ada beberapa hal yang dapat memelihara dirinya dari perbuatan zina. Dengan pernikahan seseorang dapat menjaga pandangannya dari hal-hal yang terlarang, dan dapat menyalurkan tuntutan biologisnya secara halal, sehingga memelihara dirinya dari perbuatan zina. Adapun bagi seseorang yang belum mampu membiayai hidup berkeluarga, maka Rosulullah SAW menganjurkan untuk puasa.[2] Puasa yang dilakukan dengan ikhlas untuk mencari ridho Allah SWT, akan dapat mencegah dorongan nafsu syahwat yang tidak baik, yakni nafsu untuk melakukan hubungan biologis di luar pernikahan yang disahkan oleh islam.

2.    Menikah Merupakan Sunnah Rasul
a.    Hadits dan Artinya
وَعَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رضي الله عنه ( أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم حَمِدَ اَللَّهَ , وَأَثْنَى عَلَيْهِ , وَقَالَ : لَكِنِّي أَنَا أُصَلِّي وَأَنَامُ , وَأَصُومُ وَأُفْطِرُ , وَأَتَزَوَّجُ اَلنِّسَاءَ , فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي )  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Artinya : Dari Anas bin Malik r.a bahwa Nabi Muhammad SAW setelah memuji Allah dan menyanjung-Nya bersabda: "Tetapi aku sholat, tidur, berpuasa, berbuka, dan mengawini perempuan. Barangsiapa membenci sunnahku, ia tidak termasuk ummatku." Muttafaq Alaihi.
b.    Asbabul Wurud
Tiga orang laki-laki datang ke rumah istri Rosulullah SAW. Untuk menanyakan masalah ibadah beliau. Ketika diceritakan kepada mereka, mereka seakan-akan bertanya-tanya. Lalu mereka berkata, “dimana posisi kami dibandingkan Rosulullah? Padahal beliau telah diampuni segala dosa yang telah lampau.” Maka salah seorang diantara mereka berkata, “adapun saya akan sholat malam terus menerus.” Orang kedua berkata, “saya akan berpuasa sepanjang tahun dan tidak akan berbuka.” Orang ketiga berkata, “saya akan menjauhi dan tidak akan menikah.” Maka Rosulullah datang kepada mereka, lalu beliau bersabda, “kalian berkata begini dan begitu.” Demi Allah, Akulah yang paling takut kepada Allah, tetapi aku sholat dan tidur.
c.    Takhrij Hadits
Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim (Kitab Nikah, Hadits No. 994 dalam Kitab Bulughul Marom).
d.   Analisa dan Pembahasan
Allah telah menjadikan manusia berpasang-pasangan, dengan tugas untuk melakukan upaya pengembangbiakan dan berketurunan. Allah jadikan bumi untuk menjadi tempat pengembangbiakan manusia, yang berarti bahwa manusia yang hidup di atas bumi bertanggung jawab untuk melestarikan keturunan. Pernikahan merupakan Sunnah Rosulullah SAW. Menikah adalah sunnah rosul, jadi barang siapa yang sudah menikah berarti sudah mengikuti sunnah rosul.
Hukum pernikahan ada lima[3], yaitu :
1)   Sunnah, yaitu bagi orang yang mampu menikah, mampu mengendalikan perzinaan, dan mempunyai keinginan untuk menikah, tetapi tidak segera menikah.
2)   Wajib, yaitu bagi orang yang mampu menikah dan ia khawatir akan berbuat zina bila tidak segera menikah.
3)   Haram, bagi orang yang mempunyai niat tidak baik atau akan menyakiti perempuan yang dinikahinya.
4)   Mubah, yaitu orang yang mempunyai kemampuan untuk menikah, tetapi apabila tidak melakukannya tidak khawatir akan berbuat zina. Dan apabila melakukannya juga tidak akan menelantarkan istri.
5)   Makruh, bagi orang yang mau menikah, tetapi belum mampu memberi nafkah.
3.    Sahnya Suatu Perkawinan
a.    Hadits dan artinya
وَعَنْ أَبِي بُرْدَةَ بْنِ أَبِي مُوسَى , عَنْ أَبِيهِ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم
( لَا نِكَاحَ إِلَّا بِوَلِيٍّ )  رَوَاهُ أَحْمَدُ وَالْأَرْبَعَةُ وَصَحَّحَهُ اِبْنُ اَلْمَدِينِيِّ , وَاَلتِّرْمِذِيُّ , وَابْنُ حِبَّانَ , وَأُعِلَّ بِالْإِرْسَالِ
Artinya : “Dari Abu Burdah bin Abu Musa, dari ayahnya r.a bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Tidak sah nikah kecuali dengan wali." Riwayat Ahmad dan Imam Empat. Hadits shahih menurut Ibnu al-Madiny, Tirmidzi, dan Ibnu Hibban. Sebagian menilainya hadits mursal.

b.    Takhrij Hadits
Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, Imam Empat (Kitab Nikah, Hadits No. 1008 dalam Kitab Bulughul Marom).

c.    Analisa dan Pembahasan
Nikah (bagi wanita) kecuali dengan adanya wali. Dengan adanya wali merupakan rukun nikah. Sedangkan, rukun nikah adalah unsur – unsur yang harus dipenuhi untuk dapat berlangsungnya suatu pernikahan.
Rukun nikah diantaranya :
1)   Ada calon suami
2)   Ada calon istri
3)   Ada wali nikah
4)   Ada 2 saksi
لاَنِكَاحَ إِلاَّ بِوَلِيٍّ وَشَاهِدَيْنِ
Tidak sah nikah kecuali dengan seorang wali dan dua orang saksi.”
5)   Ada mahar
6)   Ada ijab dan qabul


Wali dalam nikah dibagi menjadi 2 macam, yaitu :
1)   Wali nasab, yaitu wali yang mempunyai pertalian darah dengan mempelai wanita yang akan dinikahi. Adapun urutannya adalah : Ayah kandung, Kakek, Saudara laki-laki sekandung, saudara laki-laki seayah, anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung, anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah, saudara laki-laki ayah yang sekandung dengan ayah, saudara laki-laki ayah yang seayah dengan ayah, anak laki-laki dari saudara laki-laki ayah yang sekandung dengan ayah, anak laki-laki dari saudara laki-laki ayah yang seayah dengan ayah.
2)   Wali hakim, adalah kepala Negara yang beragama islam. Wali hakim yang bertindak sebagai wali hakim apabila memenuhi syarat diantaranya : wali nasab benar-benar tidak ada, wali yang lebih dekat tidak memenuhi syarat dan wali yang jauh tidak ada, wali dekat bepergian jauh dan tidak dapat member kuasa.

Adapun syarat – syarat untuk menjadi wali nikah dan 2 saksi yaitu:
1)   Beragama silam
2)   Laki-laki
3)   Baligh dan berakal
4)   Merdeka dan bukan hamba sahaya
5)   Bersifat adil
6)   Tidak sedang ihram haji atau umrah

4.    Kriteria Perempuan yang akan Dinikahi
a.    Hadits dan artinya
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : ( تُنْكَحُ اَلْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ : لِمَالِهَا , وَلِحَسَبِهَا , وَلِجَمَالِهَا , وَلِدِينِهَا , فَاظْفَرْ بِذَاتِ اَلدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ مَعَ بَقِيَّةِ اَلسَّبْعَةِ
Artinya : “Dari Abu Hurairah r.a bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Perempuan itu dinikahi karena empat hal, yaitu: harta, keturunan, kecantikan, dan agamanya. Dapatkanlah wanita yang taat beragama, engkau akan berbahagia." Muttafaq Alaihi dan Imam Lima.
b.    Takhrij Hadits
Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhori Muslim dan Imam Lima (Kitab Nikah, Hadits No. 997 dalam Kitab Bulughul Marom).
c.    Analisa dan Pembahasan
Kriteria perempuan yang akan dinikahi dapat dilihat dari 4 hal :
1)   Karena hartanya
2)   Karena keturunannya
3)   Karena kecantikannya
4)   Karena agamanya

Yang termasuk sifat-sifat perempuan yang baik, diantaranya :
1)   Yang beragama dan memiliki budi pekerti yang baik,
2)   Keturunan orang yang subur (mempunyai keturunan yang sehat),
3)   Yang masih perawan.

5.    Pinangan
a.    Hadits dan Artinya
وَعَنْ جَابِرٍ رضي الله عنه قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( إِذَا خَطَبَ أَحَدُكُمُ الْمَرْأَةَ , فَإِنْ اِسْتَطَاعَ أَنْ يَنْظُرَ مِنْهَا مَا يَدْعُوهُ إِلَى نِكَاحِهَا , فَلْيَفْعَلْ )  رَوَاهُ أَحْمَدُ , وَأَبُو دَاوُدَ , وَرِجَالُهُ ثِقَاتٌ , وَصَحَّحَهُ اَلْحَاكِمُ
Artinya : Dari Jabir r.a bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Apabila salah seorang di antara kamu melamar perempuan, jika ia bisa memandang bagian tubuhnya yang menarik untuk dinikahi, hendaknya ia lakukan." Riwayat Ahmad dan Abu Daud dengan perawi-perawi yang dapat dipercaya. Hadits shahih menurut Hakim

b.    Takhrij Hadits
Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, dan Abu Daud (Kitab Nikah, Hadits No. 1000 dalam Kitab Bulughul Marom).



c.    Analisa dan Pembahasan
Meminang artinya menyatakan permintaan untuk menikah dari seorang laki-laki kepada seorang perempuan atau sebaliknya dengan perantaraan seseorang yang dipercayai. Meminang dengan cara tersebut diperbolehkan dalam agama islam terhadap gadis atau janda yang telah habis iddahnya. Laki-laki disunnahkan meminang wanita yang hendak dinikahi dengan melihat wajah dan kedua telapak tangannya.[4]
لَا تُنْكَحُ اَلْأَيِّمُ حَتَّى تُسْتَأْمَرَ, وَلَا تُنْكَحُ اَلْبِكْرُ حَتَّى تُسْـتَأْذَنَ قَالُوا : يَا رَسُولَ اَللَّهِ , وَكَيْفَ إِذْنُهَا ? قَالَ : أَنْ تَسْكُتَ
Artinya : “Seorang janda tidak boleh dinikahkan kecuali setelah diajak berembuk dan seorang gadis tidak boleh dinikahkan kecuali setelah diminta izinnya." Mereka bertanya: Wahai Rasulullah, bagaimana izinnya? Beliau bersabda: "Ia diam”.”

6.    Mahar
a.    Hadits dan Artinya
وَلِأَبِي دَاوُدَ : عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ : ( مَا تَحْفَظُ ? قَالَ : سُورَةَ اَلْبَقَرَةِ , وَاَلَّتِي تَلِيهَا. قَالَ : قُمْ  فَعَلِّمْهَا عِشْرِينَ آيَةً )
Artinya : Menurut riwayat Abu Dawud dari Abu Hurairah r.a beliau bersabda: "Surat apa yang engkau hafal?". Ia menjawab: Surat al-Baqarah dan sesudahnya. Beliau bersabda: "Berdirilah dan ajarkanlah ia dua puluh ayat."
b.    Takhrij Hadits
Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Abu Hurairah (Kitab Nikah, Hadits No. 1006 dalam Kitab Bulughul Marom).


c.    Analisa dan Pembahasan
Jika melangsungkan pernikahan, suami diwajibkan memberi sesuatu kepada istri, baik berupa uang ataupun barang (harta benda). Pemberian inilah yang dinamakan mahar. Boleh memerdekakan budak menjadi mas kawin. Mas kawin (mahar) boleh sesuatu yang sangat sederhana, karena ketidakmampuan calon suami. Mahar bisa berupa sesuatu yang bermanfaat (jasa), seperti mengajarkan Al-Qur’an kepada calon istrinya. Mahar boleh juga dalam bentuk emas.
Pemberian mahar wajib atas laki-laki, tetapi tidak menjadi rukun nikah. Apabila tidak disebutkan pada waktu akad, pernikahan itu tetap sah. Istri berhak mempertahankan dirinya (tidak tergesa-gesa menyerahkan dirinya) kepada suami apabila mahar belum dibayar oleh suaminya.[5]

7.    Wanita – Wanita yang Dilarang Dinikahi
a.    Hadits dan Artinya
وَعَنِ ابْنِ عُمَرَ - رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا- قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( لَا يَخْطُبْ بَعْضُكُمْ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيهِ , حَتَّى يَتْرُكَ اَلْخَاطِبُ قَبْلَهُ , أَوْ يَأْذَنَ لَهُ اَلْخَاطِبُ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ , وَاللَّفْظُ لِلْبُخَارِيِّ
Artinya : Dari Ibnu Umar r.a bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Janganlah seseorang di antara kamu melamar seseorang yang sedang dilamar saudaranya, hingga pelamar pertama meninggalkan atau mengizinkannya." Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut Bukhari.
b.    Takhrij Hadits
Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim (Kitab Nikah, Hadits No. 1004 dalam Kitab Bulughul Marom).

c.    Analisa dan Pembahasan
Yang menggugurkan pinangan diantaranya :
1)   Wanita itu tidak dalam perkawinan dengan laki-laki lain
2)   Wanita itu tidak dalam masa iddah
3)   Wanita itu tidak dalam pinangan orang lain
4)   Wanita itu jelas bukan mahramnya

Penyebab wanita haram dinikahi ada 4[6], yaitu :
1)   Karena keturunan
a)    Ibu kandung dan seterusnya ke atas (ibunya ibu, ibunya bapak).
b)   Anak perempuan kandung dan seterusnya ke bawah (cucu, cicit).
c)    Saudara perempuan seibu bapak, sebapak, atau seibu saja.
d)   Saudara perempuan dari bapak
e)    Saudara perempuan dari ibu
f)    Anak perempuan dari saudara laki-laki dan seterusnya.
g)   Anak perempuan dari saudara perempuan dan seterusnya.

2)   Karena hubungan sesusuan
a)    Ibu yang menyusui
b)   Saudara perempuan sesusuan

3)   Karena hubungan perkawinan
a)    Ibu dari istri (mertua)
b)   Anak tiri (anak istri dengan suami lain), bila suami sudah berkumpul dengan ibunya.
c)    Ibu tiri (istri bapak), baik sudah dicerai atau belum.
d)   Menantu (istri dari anak laki-laki), baik sudah dicerai atau belum.
Pernikahan yang terlarang
1)   Nikah Mut’ah
Yaitu pernikahan yang diniatkan dan diakadkan untuk semetara waktu saja, misalnya seminggu, sebulan, atau dua bulan.
نَهى عَنْ مُتْعَةِ النِّسَاءِ وَعَنْ أَكْلِ الْحُمُرِ اْلأَهْلِيَّةِ يَوْمَ خَيْبَرَ
Artinya : “Rasulullah SAW melarang menikahi perempuan dengan mut'ah dan memakan keledai negeri pada waktu perang khaibar.”

2)   Nikah Syigar
Yaitu apabila seorang laki-laki menikahkan anaknya dengan tujuan agar seorang laki-laki lain anak perempuannya kepada laki-laki pertama tanpa adanya mahar (pertukaran anak perempuan).

3)   Nikah Muhallil
Yaitu pernikahan yang dilakukan oleh seorang laki-laki terhadap seorang perempuan yang telah di talak ba’in, dengan maksud pernikahan tersebut membuka jalan bagi bekas suami (pertama) untuk nikah kembali dengan bekas istri tersebut, setelah cerai dan habis masa iddahnya.
لَعَنَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم اَلْمُحَلِّلَ وَالْمُحَلَّلَ لَهُ
Artinya : “Rasulullah SAW melaknat muhallil (laki-laki yang menikahi seorang perempuan dengan tujuan agar perempuan itu dibolehkan menikah kembali dengan suaminya) dan muhallal lah (laki-laki yang menyuruh muhallil untuk menikahi bekas istrinya agar istri tersebut dibolehkan untuk dinikahinya lagi.







D.  KESIMPULAN
Menikah adalah perintah agama. Allah menganjurkan untuk menikah, karena dengan adanya menikah akan melahirkan keturunan yang baik dan sah. Dan tidak akan terjerumus ke lubang dosa yang bernama zina. Menikah merupakan sunnah rosul, jadi barang siapa yang tidak ingin menikah maka mereka bukan termasuk Sunnah Nabi Muhammad SAW.
Pernikahan tersebut dikatakan sah jika ada calon suami, calon istri, wali, dua orang saksi, mahar, dan ijab qabul, yang juga disebut dengan rukun nikah.
Sebelum diadakan pernikahan, sebaiknya meminang terlebih dahulu. Yaitu menyatakan permintaan untuk menikah dari seorang laki-laki kepada seorang perempuan. Menurut hadits, Perempuan itu dinikahi karena empat hal, yaitu: harta, keturunan, kecantikan, dan agamanya. Yang termasuk sifat-sifat perempuan yang baik, diantaranya : Yang beragama dan memiliki budi pekerti yang baik, Keturunan orang yang subur (mempunyai keturunan yang sehat), yang masih perawan.
Jika melangsungkan pernikahan, suami diwajibkan memberi sesuatu kepada istri, baik berupa uang ataupun barang (harta benda). Pemberian inilah yang dinamakan mahar. Pemberian mahar wajib atas laki-laki, tetapi tidak menjadi rukun nikah. Apabila tidak disebutkan pada waktu akad, pernikahan itu tetap sah.
Yang menggugurkan pinangan diantaranya : Wanita itu tidak dalam perkawinan dengan laki-laki lain,Wanita itu tidak dalam masa iddah, Wanita itu tidak dalam pinangan orang lain, Wanita itu jelas bukan mahramnya.
Wanita – wanita yang dilarang dinikahi disebabkan karena keturunan, hubungan sesusuan, hubungan perkawinan. Sedangkan pernikahan yang dilarang diantaranya nikah mut’ah, nikah shigar, nikah muhallil.



DAFTAR PUSTAKA
Al-Hafidh Imam Ibnu Hajar Al-Asqalany, Bulughul Maram Min Adillatil Ahkam, (Pustaka Al-Hidayah, 2008), bab nikah.
Mardani, Hadis Ahkam, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2012), cet 1.
Rosyid, Sulaiman, Fiqih Islam (Hukum Lengkap Fiqih), (Jakarta : Sinar Baru Algensindo, 2005), cet 38.
Ramulyo, Idris, Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta : PT Bumi Aksara, )
Muljianto, Alya, Suparmin, LKS Pendidikan Agama Islam (Bab Munakahat), (Surakarta : Suara Media Sejahtera), cet.4.
Daradjat, Zakia, Ilmu Fiqih jilid II, (Yogyakarta : Dana Bhakti Wakaf, 1995), cet. II.
Hasan, M. Ali, Masail Fiqhiyah Al – Haditsah : pada Masalah – Masalah  Kontemporer Hukum Islam, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1997), Ed. 1, cet. 2.


[1] Al-Hafidh Imam Ibnu Hajar Al-Asqalany, Bulughul Maram Min Adillatil Ahkam, Pustaka Al-Hidayah, 2008, bab nikah.
[2] Mardani, Hadis Ahkam, Rajawali Pers, Jakarta, 2012, hal. 220
[3] LKS Pendidikan Agama Islam, Bab Munakahat, Suara Media Sejahtera, Surakarta, hal.38
[4] Sulaiman Rosyid, Fiqih Islam (Hukum Lengkap Fiqih), Sinar Baru Algensindo, Jakarta, 2005.
[5] Sulaiman Rosyid, Fiqih Islam (Hukum Lengkap Fiqih), Sinar Baru Algensindo, Jakarta, 2005.
[6] LKS Pendidikan Agama Islam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar